Dalam surat ralat disinggung kembali tentang GIDI Wilayah Toli yang melarang agama lain dan denominasi gereja lain membangun tempat ibadah di Tolikara, dan gereja Advent di Distrik Paido. "Gereja Advent kami sudah tutup dan jemaah tersebut bergabung dengan GIDI," bunyi salah satu petikan surat ralat yang diteken Nayus dan Marthen.
Surat tersebut ditujukan kepada seluruh umat Islam se-Kabupaten Tolikara dengan tembusan Bupati Tolikara Usman G. Wanimbo, Kepala Kepolisian Resor Tolikara Suroso, Ketua DPRD Tolikara, dan Komandan Komando Rayon Militer Tolikara.
Namun, kata Marthen, surat ralat itu ternyata baru diberikan kepada pemuka agama di Tolikara sehari setelah kerusuhan meletus. Alasan Nayus, sebelum surat ralat dibuat, mereka sudah menyampaikan secara lisan soal ralat itu kepada bupati dan kapolres. "Apakah Kapolres sudah sampaikan ke teman-teman muslim tidak kami tahu. Karena pengamanan itu kewenangan dia," kata dia.
Sebelumnya, Bupati Usman Wanimbo mengakui bahwa dia yang meminta surat ralat terkait larangan salat Idul Fitri tersebut secara lisan melalui telepon kepada kedua pengurus GIDI di wilayah Tolikara itu. Pada tanggal 15 Juli tersebut Bupati Usman mengaku tidak berada di Karubaga, ibu kota Kolitara. "Saya di Jakarta waktu itu," ujar Usman kepada Tempo, Senin malam, 20 Juli 2015.
Berita Menarik:
Profesi Ini Hasilkan Rp 2,8 Juta per Menit
Anak yang Diculik Hafal PGC, tapi 'Serigala' Lebih Lihai
Tunggu, Jangan Menikah Dulu Sebelum Lihat Survei Ini
Penyerangan pada Idul Fitri itu berawal dari protes jemaat GIDI erhadap penyelenggaraan salat Id di lapangan Markas Komando Rayon Militer, Karubaga, Tolikara. Lapangan itu berdekatan dengan permukiman warga, kios, Masjid Baitul Muttaqin, dan gereja. Saat itu jemaat GIDI--jemaat Kristen mayoritas di Tolikara--tengah menyelenggarakan kebaktian kebangunan rohani.
Nurmin, saksi mata yang juga jemaah salat Id di markas Koramil, itu mengisahkan ketika rakaat pertama pada takbir kelima (ada tujuh takbir pada rakaat pertama), ia mendengar ada suara lantang yang diteriakkan oleh sejumlah orang. "Tidak ada yang namanya ibadah gini, harus berhenti!" kata Nurmin menirukan suara yang dia dengar itu saat diwawancara Devy Erniss dari Tempo lewat telepon, Selasa, 21 Juli 2015.
Mendengar teriakan tersebut, menurut Nurmin, jemaah salat Id kehilangan konsentrasi dalam beribadah. Tiba-tiba kondisi mulai memanas karena ada saling lempar batu antara orang-orang yang berteriak dan jemaah salat Ied. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan dari aparat. "Semua berlari ketakutan," ujar Nurmin. Keadaan pun mulai ricuh. Nurmin melihat beberapa orang melempar batu ke arahnya.
Menurut Nurmin, sejumlah kios dan rumah warga di sekitar markas Koramil terbakar. Nurmin dan beberapa jemaah salat Id lantas masuk ke dalam kantor Koramil. "Kami berkumpul di situ, takut kena batu," ujarnya. Nurmin mengaku rumahnya pun ikut terbakar. "Tapi, saya tidak tahu siapa yang membakar rumah saya karena banyak orang saat itu," ujar Nurmin.
Selanjutnya: Pengakuan Nurmin sejalan dengan...