TEMPO.CO , Karubaga: Sekretaris Wilayah Gereja Injili di Indonesia (Gidi) Wilayah Tolikara, Papua, Marthen Jingga, membenarkan adanya surat edaran bertanggal 11 Juli 2015 yang melarang umat Islam menggelar salat Idul Fitri di Kabupaten Tolikara, Papua. Surat berkop Gidi ini beredar di media sosial pasca penyerangan jemaah salat Idul Fitri di Kolitara, Jumat, 17 Juli 2015.
Marthen mengaku surat itu dibuat dan dikonsep olehnya bersama Ketua Gidi Wilayah Tolikara, Nayus Wenda. Namun, menurut Marthen, atas desakan Bupati Tolikara Usman G. Wanimbo dan Presiden Gidi Dorman Wandikmbo, kedua pengurus GIDI wilayah tolikara ini membuat surat ralat yang ditujukan ke umat muslim di karubaga. Surat itu bertanggal 15 Juli 2015.
Nomor surat ralat sama yaitu Surat Pemberitahuan Nomor 90/SP/GIDI-WT/VII/20165. Isinya terdiri dari tiga poin:
1. Acara membuka lebaran 17 Juli 2015 boleh dilakukan di Karubaga Kabupaten Tolikara
2. Hanya jangan dilakukan di lapangan terbuka tetapi lebih baik di musala dan halaman musala sekitarnya
3. Dilarang kamu muslimat memakai pakai jilbab dan berkeliaran di mana-mana
Surat ralat pada 15 Juli 2015 ini merupakan koreksi atas surat sebelumnya bertanggal 11 Juli 2015 berisikan sejumlah larangan:
1. Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di Wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga);
2. Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura;
3. Dilarang kaum muslimat memakai pakaian jilbab.
Dalam surat ralat disinggung kembali tentang Gidi Wilayah Toli yang melarang agama lain dan denominasi lain membangun tempat ibadah di Tolikara, dan gereja advent di Distrik Paido. "Gereja advent kami sudah tutup dan jemaah tersebut bergabung dengan GIDI," bunyi surat ralat yang dieken Nayus dan Marthen.
Namun, kata Marthen, surat ralat itu ternyata baru diberikan kepada pemuka agama di Tolikara sehari setelah kerusuhan meletus. Alasan Nayus, sebelum surat ralat dibuat, mereka sudah menyampaikan secara lisan soal ralat itu kepada bupati dan kapolres. "Apakah Kapolres sudah sampaikan ke teman-teman muslim tidak kami tahu. Karena pengamanan itu kewenangan dia," kata dia.
Sebelumnya, Bupati Usman Wanimbo menjelaskan hal yang sama bahwa dia yang meminta ralat tersebut secara lisan melalui telepon kepada pengurus Gidi di wilayah Tolikara. Pada tanggal 15 Juli tersebut Bupati Usman mengaku tidak berada di Karubaga, ibu kota Kolitara. "Saya di Jakarta waktu itu," ujar Usman kepada Tempo, Senin malam, 20 Juli 2015.
Ketua Gidi Tolikara, Nayus Wenda, tidak menyangka dampak dari peredaran surat bertanggal 11 Juli 2015 berujung pada penyerangan kepada umat muslim yang akhirnya memantik kerusuhan di wilayah berpenduduk 140 ribu jiwa itu. "Yang terjadi ini di luar dugaan kami. Tidak terpikir oleh kami akan terjadi masalah seperti ini," kata Nayus.
Alasan Nayus, selama ini, umat muslim dan Gidi tidak bermasalah terkait dengan isi surat edaran tersebut. Ia mengklaim surat ini pun bukan atas permintaan Gidi pusat tapi, atas keputusan Gidi Wilayah Tolikara untuk mendukung keamanan kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani Internasional yang berlangsung dari 13-19 Juli 2015 di Tolikara.
Menurut Nayus, surat edaran itu langkah antisipasi dari pihak gereja agar umat muslim di Tolikara mengetahui adanya kegiatan kerohanian Gidi yang bersifat internasional dengan mengundang 2.500 peserta, termasuk perwakilan dari lima negara, yakni Belanda, Amerika Serikat, Papua Nugini, Palau (kepulauan kecil di Lautan Pasifik), dan Israel.
Selanjutnya: Surat itu ditujukan untuk...