TEMPO.CO, Kediri - Kepolisian Resor Kota Kediri membatasi kegiatan peribadatan umat Nasrani di dalam gereja. Mereka bermaksud mengantisipasi dampak yang tak diinginkan atas peristiwa di Tolikara, Papua.
Pembatasan itu diinstruksikan dalam rapat bersama puluhan pendeta di Kota Kediri di Gereja Getsmany, Selasa siang, 21 Juli 2015. Mereka merundingkan kegiatan peribadatan umat pascakerusuhan yang terjadi di Papua, Jumat pekan lalu.
“Kami mengimbau kepada seluruh umat kristiani dan pengurus gereja untuk membatasi kegiatan ibadah di dalam gereja atau gedung saja,” kata Kapolresta Kediri Ajun Komisaris Besar Bambang Widjanarko, Selasa, 21 Juli 2015.
Selain itu, Bambang juga meminta kepada setiap pengurus gereja untuk menjadi polisi dalam gereja. Tak hanya membantu kegiatan peribadatan, pengurus juga harus memantau situasi keamanan jemaat dan segera melaporkan ke polisi jika terjadi ancaman. “Kami juga tempatkan personel 24 jam dalam sehari di lingkungan gereja,” kata Bambang.
Pendeta Gereja Getsmany, Timotius Kabul, berterima kasih atas perhatian polisi terhadap jemaat gereja. Pengawasan ini, menurutnya, memberi rasa aman dalam beribadah meski sebenarnya dia tak terlalu khawatir adanya ancaman tersebut di Kediri. “Setidaknya jemaat merasa aman,” katanya.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri Achmad Subakir juga menganggap pengamanan polisi itu berlebihan. Sebagai warga asli Kediri yang sudah lama berinteraksi dengan tokoh-tokoh agama, dia menilai tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang sikap toleransi beragama di Kediri.
Bakir khawatir sikap berlebihan polisi ini justru akan memancing pihak tertentu untuk melakukan upaya provokasi. Jika jemaat gereja merasa ketakutan dan terancam, dia juga mempersilakan warga meminta bantuan Banser untuk membantu pengamanan peribadatan mereka.
HARI TRI WASONO