TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengirimkan tim investigasi yang berisi beberapa komisioner dan staf ahli ke Tolikara hari ini, Selasa, 21 Juli 2015. Tim itu akan menginvestigasi kerusuhan di Tolikara yang terjadi pada Jumat, 17 Juli 2015.
Anggota tim tersebut mewakili pelbagai suku, agama, dan budaya sebagai jaminan independensi dan keberimbangan temuan tim. "Sebenarnya semua komisioner sangat plural, tapi ini demi kepercayaan publik terhadap temuan," kata ketua tim investigasi, Natalius Pigai, saat dihubungi, Senin, 20 Juli 2015.
Natalius menyatakan tim menargetkan pertemuan dengan sejumlah komunitas dan tokoh masyarakat setempat selama berada di Tolikara. Beberapa informasi yang hendak dikumpulkan antara lain ihwal kronologi kerusuhan, keberadaan dan kronologi beredarnya surat edaran dari Gereja Injili di Indonesia, situasi antar-umat agama sebelum kerusuhan, serta pelaku pembakaran dan penembakan masyarakat.
"Kami akan cek bagaimana prosedur penanganan kerusuhan oleh aparat keamanan," katanya. "Penembak yang menyebabkan seorang anak meninggal itu harus bertanggung jawab."
Komnas HAM pun mendesak Kepolisian RI dan TNI mengusut penembakan yang melukai sebelas warga. Komnas HAM, kata Pigai, harus menjamin adanya keadilan bagi keluarga yang anggotanya tewas atau terluka dalam insiden tersebut.
Selain itu, Komnas HAM mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku intoleransi dalam beragama dan bermasyarakat. Pasalnya, Komnas HAM telah menerima informasi sejumlah gerakan intoleran yang diduga sebagai efek peristiwa Tolikara.
"Kami baru dapat informasi, di Solo dan Sragen terjadi penyerangan mahasiswa Papua dan pemeluk agama lain," kata Pigai.
Dia menegaskan, pemerintah harus memastikan tak akan ada lagi peristiwa yang serupa dengan Tolikara di daerah lain. Juga tak boleh ada lagi perlakuan diskriminatif terhadap kelompok suku atau agama mana pun.
"Pemerintah harus hadir. Tak boleh lagi ada kealpaan," kata Pigai.
FRANSISCO ROSARIANS