TEMPO.CO, Bengkulu - Warga Desa Mekar Jaya, Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu, lebih memilih panen jengkol ketimbang berwisata mengisi liburan Lebaran.
Menurut salah seorang warga Desa Mekar Jaya, Amran, 67 tahun, mereka telah panen sejak Lebaran kedua. Karena harga jengkol yang cukup tinggi, mengakibatkan ada beberapa jengkol milik mereka dicuri.
“Kami sempat kecolongan, karena ada jengkol warga dicuri orang pada Lebaran, makanya kami putuskan panen jengkol dulu daripada Lebaran,” kata Amran.
Amran mengatakan turunnya harga komoditi karet dan sawit membuat jengkol menjadi komoditi alternatif yang sangat membantu kondisi ekonomi mereka.
Satu pohon jengkol saja, katanya warga dapat memanen buah jengkol sebanyak 100-150 kilogram dengan harga Rp 12 ribu per kilogram.
Baca Juga:
“Kebanyakan warga menjual kepada pengumpul, tapi ada beberapa langsung menjual ke Kota Bengkulu harganya bisa mencapai Rp 30 ribu per kilo,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kusmanto, 45 tahun, meski rata-rata warga d desa ini hanya memiliki empat-lima pohon jengkol, tapi pohon yang biasa panen dua-tiga kali dalam setahun itu sangat membantu kondisi ekonomi warga di tengah turunnya harga karet dan sawit.
“Pohon-pohon jengkol di desa ini semua tidak sengaja ditanam, biasanya tumbuh sendiri disela-sela pohon karet dan sawit di kebun kita,” kata Kusmanto.
Sementara itu harga jengkol di beberapa pasar di Kota Bengkulu saat ini masih tinggi, seharga Rp 40-45 ribu per kilogram.
“Harga jengkol masih stabil berkisar Rp 40-45 ribu per kilogram itu karena lagi masa panen, malah kita pernah menjual seharga Rp 80 ribu per kilogram,” katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI