TEMPO.CO, Jakarta - Franz Magnis-Suseno, akrab disapa Romo Magnis, menanggapi insiden kekerasan di Kabupaten Tolikara, Papua, yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah, Jumat, 17 Juli 2015. Menurut Magnis, semua gereja menolak segala kekerasan. "Saya belum tahu latar belakang (insiden tersebut). Tetapi saya ingin tegaskan bahwa semua gereja menolak segala kekerasan," kata Romo Magnis seperti dilansir Antara, Minggu, 19 Juli 2015.
Magnis, rohaniawan yang juga pakar etika politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu mengatakan peristiwa pembakaran musala di Tolikara harus ditindak secara tegas oleh aparat hukum.
"Kami tidak mengizinkan kekerasan. Ini harus ditindak. Dan, pada prinsipnya, pelaksanaan ibadah tidak boleh dibatasi," ucap Romo Magnis.
Romo Magnis mengaku merasakan kejanggalalan dalam peristiwa perusakan rumah ibadah tersebut, yang merupakan kejadian pertama di Papua. Selama ini, kata Romo Magnis, tenggang rasa antar-umat agama di Papua terjalin dengan baik. "Ini aneh. Baru pertama kali terjadi. Mengapa? Harus ditelusuri," ujarnya.
Magnis meminta pemerintah segera bertindak cepat dan memastikan insiden tersebut tidak terulang. Bahkan pemerintah bisa membentuk tim khusus apabila memang diperlukan. Namun, yang terpenting, menurut Romo Magnis, orang-orang Papua harus dilibatkan.
Baca Juga:
"Pemerintah harus melibatkan orang-orang bersangkutan, terutama di Papua, dan bersama-bersama memastikan apa penyebab peristiwa itu agar tidak terulang. Di Papua, belum pernah terjadi sebelumnya. Di Papua jangan seperti di Jawa," kata Romo Magnis.
ANTARA