TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Indonesia Police Watch Neta (IPW) S. Pane mengatakan kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, disebabkan tak ada kepedulian dari kepolisian. Padahal, sebelumnya Gereja Injili di Indonesia (GIDI) telah mengedarkan surat tapi tak diantisipasi oleh jajaran kepolisian.
"Ini akibat tidak adanya kepedulian pimpinan kepolisian dan buruknya kinerja Intelkam Polda Papua. Sehingga keberadaan surat GIDI yang dikeluarkan 11 Juli 2015 tidak diantisipasi dan tidak ada upaya pencegahan hingga kemudian kerusuhan meletus," ujar Neta ketika dihubungi, Ahad, 19 Juli 2015.
Menurut Neta, dari pantauan IPW, sebelum kerusuhan 17 Juli 2015 meletus di Tolikara, sudah ada dua kerusuhan lainnya. Pertama, pada 9 Juli 2015, rumah warga di Kampung Yelok dibakar massa. Lalu, pada 15 Juli 2015 sejumlah Hanoi (rumah tradisional) di Panaga dibakar massa.
"Ada tenggat waktu tujuh hari, dari beredarnya surat. Kenapa intelkam Polda Papua tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini?" ujar Neta.
Atas kelalaian ini, Neta menduga Kepala Kepolisian Daerah Papua abai karena sedang sibuk mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK. Kerusuhan ini, kata dia, menunjukkan tingkat kepedulian para pejabat Polda Papua sangat rendah.
"Dengan adanya kasus ini, Kapolda Papua harus berjiwa besar mundur dari capim KPK. Sebab keteledoran dan kecerobohan yang dilakukannya sudah membuat keresahan luar biasa dalam hubungan antara umat beragama, tidak hanya di Papua tapi sudah meluas di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.
Neta meminta Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti untuk mengevaluasi kinerja jajaran kepolisian di Papua.
TIKA PRIMANDARI