Menurut Sofia, pemerintah kini yakin keterbukaan Papua akan membawa dampak baik bagi Indonesia. "Semakin terbuka makin banyak yang bisa melihat kondisi sebenarnya Papua," ujar dia. "Memang masih banyak kekurangan tapi kemajuan juga ada." Bila Papua dibiarkan tertutup, kata Sofia, maka pemberitaan yang tersebar malah cenderung negatif dan hanya berasal dari pihak-pihak tertentu saja.
Selama bertahun-tahun, jurnalis asing yang ketahuan meliput di Papua tanpa izin bisa dijatuhi hukuman pidana. Pada 2014 lalu, dua wartawan Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap ketika membuat film dokumenter tentang gerakan separatis di sana.
Meski pintu masuk Papua telah dibuka lebar, kata Sofia, tak ada peningkatan permintaan visa jurnalis asing ke sana. Dia menduga sudah banyak koresponden media asing yang menetap di Indonesia.
Menurut data Direktorat Informasi dan Media Kemlu per 11 Juni 2015, ada 8 jurnalis asing yang mengajukan izin kunjungan khusus ke Provinsi Papua dan Papua Barat. Semuanya sudah disetujui.
Sebelumnya, pada 2012-2014, tak semua permohonan liputan ke Papua disetujui Kemlu. Pada 2012 misalnya, hanya 5 kunjungan yang disetujui dari total 11 aplikasi. Setahun kemudian, 28 izin disetujui dan 7 ditolak. Terakhir, sepanjang 2014, ada 22 kunjungan jurnalis asing ke Papua yang disetujui dan 5 ditolak.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA