TEMPO.CO, Makassar - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, bekas legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar Mujiburrahman dan politikus Partai Golkar Abdul Kahar Gani, dituntut masing-masing selama 3 tahun bui, denda Rp 50 juta, subsider 3 bulan bui.
"Terdakwa terbukti telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain," kata jaksa Abdul Rasyid di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Rabu, 15 Juli 2015.
Rasyid mengatakan keduanya melanggar Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mujiburrahman diduga terbukti menerima uang bansos senilai Rp 700 juta menggunakan selembar cek. Uang tersebut diperuntukkan ke tujuh lembaga swadaya masyarakat yang diketahui fiktif.
Begitu pun dengan Kahar. Melalui lima lembaga fiktif, Kahar mencairkan dana sebesar Rp 720 juta. Kedua terdakwa mengakui telah menyerahkan dana itu ke terdakwa bekas legislator DPRD Sulawesi Selatan, Muhammad Adil Patu.
Kedua terdakwa tidak dibebankan mengganti kerugian negara, karena kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp 8,8 miliar sudah dikembalikan ke kas negara.
Rasyid mengatakan hal yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun hal meringankan, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan. Terdakwa juga memiliki tanggungan keluarga.
Pengacara Mujiburrahman, Muhammad Thahir Abdullah, menyatakan akan mengajukan pembelaan atas tuntutan jaksa. "Kami akan ajukan pledoi secara tertulis di sidang selanjutnya biar lebih jelas," kata Thahir.
Kahar di sidang tuntutan tersebut tidak didampingi pengacaranya. Tapi dia juga memastikan akan mengajukan pembelaan. "Saya akan koordinasikan dengan pengacara saya."
Terdakwa lainnya, legislator DPRD Makassar, Mustagfir Sabry, juga ikut diadili. Jaksa menghadirkan terdakwa Adil sebagai saksi untuk Mustagfir. Dalam keterangannya, Adil mengaku tidak mengetahui Mustagfir pernah mengurus dana bansos. Adil juga tidak berhubungan dengan Mustagfir soal bansos. "Saya tidak tahu dan tidak pernah mengarahkan terdakwa mengurus bansos," kata Adil.
Kasus ini mulai diusut setelah BPK merilis sebanyak 202 lembaga penerima dana bansos adalah fiktif. Dana Rp 8,8 miliar untuk lembaga tersebut dipastikan telah merugikan negara. BPK juga menemukan Rp 26 miliar dana bansos tidak jelas pertanggungjawabannya.
Dalam kasus ini, jaksa baru menyeret bekas Bendahara Pengeluaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Anwar Beddu, dan bekas Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Muallim. Anwar telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 15 bulan penjara. Sedangkan Muallim dihukum 2 tahun
AKBAR HADI