TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa langkah bekas narapidana untuk masuk dalam dunia politik tak akan mudah. Walaupun Mahkamah Konstitusi memperbolehkan, masyarakat tak akan begitu saja menerimanya.
"Apa masyarakat mau pilih mantan narapidana. (Kalaupun tetap maju) pasti akan banyak kampanye hitam," kata Kalla di kantornya, Jumat, 10 Juli 2015. Selain itu, kata Kalla, keikutsertaan bekas penjahat juga sudah diatur dalam undang-undang. Menurutnya, beberapa peraturan menyatakan bahwa narapidana dengan hukuman lebih dari lima tahun tak diperbolehkan berpolitik.
Mahkamah Konstitusi menganulir larangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai peserta pemilihan kepala daerah. MK memutuskan Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota (UU Pilkada) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik.
"Pasal 7 huruf g UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana," kata ketua majelis Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Jumat, 10 Juli 2015.
MK juga menghapus Penjelasan Pasal 7 huruf g yang memuat empat syarat bagi mantan narapidana agar bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Penjelasan Pasal 7 huruf g UU Pilkada berbunyi: "Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya, terhitung lima tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini."
FAIZ NASHRILLAH