TEMPO.CO, Jakarta -Mutiara tak cuma menyinari hati sang ibu, Ani, karena menjadi anak yang berbakti. Mutiara juga menjelma dari seorang bocah sekolah dasar setiap pagi menjadi tulang punggung perekonomian keluarga setiap siang hingga petang—bahkan tak jarang malam.
Ya, setiap sepulang sekolah, Mutiara menyisihkan seragam serta tas dan bukunya untuk kemudian pergi menjadi juru parkir. Penghasilannya yang sehari berkisar Rp 50-100 ribu atau mencapai jutaan rupiah sebulan dianggap sangat berharga oleh Ani. Dia sendiri hanya bekerja sebagai buruh cuci dan berkeliling menjual kue.
"Ini anak yang menghidupi keluarga selama lima tahun terakhir. Soalnya, bapaknya tidak bisa diharap karena tidak kerja," ujar Ani sedih ketika ditemui di rumahnya di Jalan Rappocini Raya Gang 1.
Hingga kemarin perempuan 30 tahun itu masih meratapi nasib yang dialami putri sulungnya. Dia tak pernah menyangka kalau Mutiara tewas di tangan ayahnya sendiri, Rudi Haeruddin, 35 tahun.
Ani mengenang, Tiara –sapaan Mutiara—juga membantu menjaga adik-adiknya, yakni Indriyani, 9 tahun dan Hairil Hidayat, 8 tahun. “Padahal tak jarang dia baru pulang sekitar pukul 7 atau 8 malam setiap harinya.”
Ani mengaku masih menyimpan uang sebesar Rp 150 ribu pemberian anaknya itu. Uang recehan itu dijaganya utuh di bawah kasur. "Mungkin dia sengaja simpan untuk keluarga," katanya bercucuran air mata.
TRI YARI KURNIAWAN
VIDEO TERKAIT: