TEMPO.CO , Jakarta:Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini disampaikan terkait perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, seperti tertuang dalam siaran persnya hari ini, Selasa 7 Juli 2015.
Lebih lanjut apabila dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi, KPK mewajibkan penerima untuk melaporkannya kepada KPK dalam tempo 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut. Bila bingkisan tersebut berisi makanan yang mudah kadaluarsa dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, tetap harus disertai laporan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya untuk selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.
KPK juga berharap, para pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dengan menghindari, baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
Sebelumnya Pelaksana Tugas Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki juga telah menghimbau kepada pejabat negara untuk tidak menerima parsel yang ada hubungannya dengan jabatannya karena menurutnya hal tersebut masuk dalam kategori gratifikasi.
Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi ikut pula mengingatkan para pejabat di instansi pusat dan daerah untuk tidak menerima hadiah lebaran dalam bentuk apapapun dan dari siapapun. "Di UU KPK sudah sangat jelas diatur setiap pejabat dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun. Bagi yang menerima, harus melaporkan," tegas Yuddy.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari. Pada penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
RADITYA PRADIPTA