TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo mengatakan pengusutan kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu bukan perkara mudah. Rekonsiliasi dianggap menjadi penyelesaian yang paling relevan.
"Itu peristiwanya sudah lama terjadi, banyak kesulitan dalam mencari buktinya. Nyatanya sudah berapa tahun belum bisa diselesaikan," kata Prasetyo seusai sidang kabinet di Kantor Presiden Jakarta, Senin 6 Juli 2015.
Pemerintah saat ini terus mengupayakan penyelesaian melalui jalan rekonsiliasi. "Kalau bisa dilakukan melalui pendekatan non-yudisial, kenapa cara ini tak dicoba?"
Prasetyo mengklaim saat ini sebagian korban sudah menerima kejadian tersebut dan tak menuntut jalur hukum. Kalaupun ada beberapa yang masih meminta diusut secara hukum, menurutnya tuntutan itu tak mewakili keseluruhan korban.
Apalagi, Prasetyo melanjutkan, upaya rekonsiliasi juga didukung dengan dasar hukum yang kuat yaitu Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Menurut Prasetyo, jika upaya hukum susah dilakukan, pemerintah tak akan memaksakannya. "Nanti kalau dipaksakan dan hasilnya tak optimal protes lagi. Kami inginkan supaya semuanya segera selesai dan dapat win-win solution."
Prasetyo membantah jika rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah sebagai upaya cuci tangan bagi para pelaku pelanggar HAM. Indonesia, kata dia, selayaknya meniru Afrika Selatan yang bisa menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lalu. "Kan tak mudah penyelesaiannya, kasusnya ada yang sudah 50 tahun lalu, saat itu para pejabat belum pada lahir."
Walaupun begitu, Prasetyo mengaku sudah mengkoordinasikan dengan Presiden Joko Widodo. Sebab, dalam salah satu janji nawacita Jokowi disebutkan bahwa penyelesaian HAM masa lalu menjadi salah satu prioritas.
FAIZ NASHRILLAH