TEMPO.CO, Bandung - Gunawan (45) meminta keadilan anaknya, Siti Nursyahidah. Bersama beberapa orang tua lainnya, ia menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Wali Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Senin 6 Juli 2015. Siti hingga saat ini belum jelas nasib pendidikannya di tingkat SMP.
Bukan tanpa sebab, unjuk rasa ini dilakukan karena mereka yang mendaftarkan anaknya ke SMP Negeri merasa kecewa. Banyak orangtua murid kaya raya memasukkan anaknya lewat jalur non-akademik atau menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) untuk Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2015 di Kota Bandung. "Saya harap yang punya SKTM palsu dan sudah masuk harus mundur. Saya minta kejujurannya saja," kata Gunawan di Balai Kota Bandung, Senin pagi.
Tidak bisa dipungkiri, banyak orang tua siswa yang merasa iri dengan aturan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil yang membuka jalur kuota khusus dalam PPDB 2015 SKTM. Pasalnya, jalur khusus ini menyebabkan banyak calon siswa akademik yang akan menempuh pendidikan ke SMP atau SMA berguguran karena banyak pula yang menggunakan SKTM bodong. Akibatnya, penerimaan melalui Nilai Ebta Murni (NEM) menjadi tinggi.
Belum lagi aturan sistem rayonisasi yang menyebabkan banyaknya siswa terkecoh dengan pilihan kedua. "Harapannya anak-anak pintar bisa masuk negeri. Mending bodoh tapi jujur dari pada anak bodoh tidak jujur," ucapnya.
Gunawan mengatakan, Nilai Ebta Murni (NEM) Siti, anaknya, 25,85 dengan nilai rata-rata 8,6 per mata pelajaran. Tapi anaknya tidak diterima di sekolah negeri tujuannya baik SMPN 9 ataupun 41. Padahal, sesuai ketentuan, jika masuk dalam rayon dengan ketentuan jarak sekolah dengan rumah bawah 2 kilometer. "Ke SMPN 9 jaraknya 1,7 kilometer, pilihan kedua SMPN 41 jauh lebih dekat," tuturnya.
Gunawan meminta kepolisian benar-benar memverifikasi kembali pengaju SKTM palsu. Bisa saja, lanjutnya, saat diperiksa langsung ke rumah si pengaju menitipkan hartanya terlebih dahulu ke tetangga.
Gunawan ternyata bukan orang berada. Ia adalah pekerja kebersihan lingkungan kelurahan Dunguscariang, Kecamatan Andir. Dengan penghasilan seadanya, Gunawan tidak mau menganggap dirinya miskin. "Penghasilan saya cuma Rp. 1.250.000 sebulan. Saya malu buat SKTM. Masih banyak orang yang lebih sengsara dari saya," tuturnya.
PUTRA PRIMA PERDANA