TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Ketenagakerjaan Dewan Perwakilan Rakyat menunda pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Alasannya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri tak hadir dalam rapat dengar pendapat hari ini.
"Ketika menteri tak hadir, maka kami tak bisa ambil kebijakan politik. Kami tunda besok. Kami akan kirim surat agar besok bisa dibahas," kata Ketua Komisi Dede Yusuf di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 6 Juli 2015.
Berdasarkan kesepakatan sepuluh fraksi di Komisi, DPR enggan membahas rencana revisi peraturan yang dikeluarkan pada 30 Juni 2015 dan berlaku per 1 Juli 2015. "Menterinya tidak datang, tidak care. Ini persoalan buruh. Bagaimana mau revisi sementara kita belum tahu apa isi peraturan pemerintah," kata Anggota Komisi dari Fraksi PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning .
Pemerintah berencana merevisi syarat pencairan dana Jaminan Hari Tua yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) setelah gelombang protes muncul dari berbagai pihak. Masyarakat menolak peraturan baru yang memperket pengambilan dana Jaminan Hari Tua minimal kepesertaan 10 tahun atau pencairan dana total saat peserta berusia 56 tahun.
Anggota Komisi Rieke Dyah Pitaloka mendesak pemerintah menunda pemberlakuan peraturan tersebut hingga ada sosialisasi menyeluruh.
"Sampai saat ini belum bisa diakses publik, maka kami rekomendasikan agar kembali ke peraturan lama," kata Rieke. Ia berpandangan perhitungan pencairan dana JHT tidak sinkron dengan pencairan jaminan pensiun.
"Kami curigai persoalan komposisi JHT yang bisa diakses publik hanya akal-akalan supaya kita tak fokus pada jaminan pensiun," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan peserta BPJS Ketenagakerjaan yang berhenti bekerja diizinkan mengambil dana jaminan hari tua sebulan setelah berhenti bekerja. Aturan itu berbeda dengan PP Nomor 46 Tahun 2015 yang menyebutkan dana itu hanya bisa dicairkan setelah peserta BPJS mencapai masa kepesertaan 10 tahun.
”Presiden memerintahkan kami untuk memastikan bahwa pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja bisa mengambil JHT sebulan setelahnya,” ujar Hanif di Istana Negara, 3 Juli, setelah menghadap Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja Abdul Wahab Bangkona dalam rapat hari ini mengatakan pemerintah tidak bisa menggunakan peraturan lama. Direktur Jenderal Pengawasan dan Pembinaan Ketenagakerjaan Muji Handaya mengatakan pemerintah akan menyalahi aturan jika menggunakan produk lama. "Sementara ini peraturan tetap berlaku," kata dia.
Rencananya, Komisi akan menggelar rapat bersama Menteri Hanif Dhakiri pada Selasa, 7 Juli setelah rapat paripurna DPR.
PUTRI ADITYOWATI