TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menilai jatuhnya pesawat Hercules tipe C-130 dengan nomor registrasi A-1310 di Jalan Jamin Ginting, Medan, tak lepas dari paradigma usang dalam penyediaan alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Pemerintah sudah harus meninggalkan pola perawatan alutsista yang sudah uzur dan menggantinya dengan yang baru. “Bukan lagi merawat, tapi membeli alutsista baru,” kata Djarot di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2015.
Pesawat Hercules yang jatuh itu dipiloti Kapten Sandy Permana, lulusan Akademi Angkatan Udara 2005. Hercules nahas itu lepas landas dari Pangkalan Udara Suwondo, Medan, pukul 11.48 WIB, dengan tujuan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu lantas menyoroti armada pertahanan yang dimiliki oleh Indonesia. Misalnya, Indonesia tak punya banyak kapal selam yang mumpuni. Padahal, sebagai negara maritim alutsista itu amat krusial peranannya.
Djarot juga menyebut pesawat Hercules yang mengudara dan jatuh di Medan itu juga sudah terlalu tua. “Pesawat itu dibeli zaman Bung Karno, sangat riskan kalau masih dioperasikan.”
Hercules C-130 dibeli TNI Angkatan Udara pada 1964. Pesawat itu merupakan pabrikan asal Amerika Serikat, Lockheed Martin. Embargo militer Negeri Abang Sam pada 1999 membuat pemerintah kesulitan memperoleh suku cadang Hercules. Tak pelak, TNI AU harus melakukan kanibalisasi suku cadang agar pesawat angkut tetap bisa beroperasi.
RAYMUNDUS RIKANG