TEMPO.CO, Jakarta - Material erupsi dari Gunung Sinabung telah melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian dan perkebunan adalah yang paling terpukul akibat erupsi.
Lahan pertanian dan perkebunan seluas 46.935 hektare rusak berat. Kerusakan terbesar terjadi pada tanaman cabai seluas 1.701 hektar dan jeruk (1.177 hektar) yang paling banyak ditanam petani di Gunung Sinabung.
Kondisi ini mengakibatkan tanaman hancur dan petani gagal panen. "Total kerugian dan kerusakan di sektor pertanian dan perkebunan mencapai Rp 817 miliar," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis, Senin 29 Juni 2015.
Hingga kini, semua parameter kegunungapian, baik visual maupun seismisitas dari gunung Sinabung masih sangat tinggi. Guguran lava pijar terus berlangsung sepanjang Minggu-Senin, 28-29 Juni 2015. Akibatnya, turun hujan abu di sisi timur, tenggara dan selatan Gunung Sinabung.
Pada Minggu 28 Juni 2015, terjadi 116 kali guguran, 14 kali gempa hybrid, tremor menerus, dan 3 kali luncuran awan panas sejauh 3-3,5 kilometer ke Tenggara-Timur, dan tinggi kolom abu vulkanik 3.000 meter.
Adapun pada Senin, 29 Juni 2015 hingga pukul 13.00 WIB, telah terjadi 67 kali guguran, 38 gempa hybrid dan tremor menerus. Pada 07.18 WIB terjadi erupsi dan luncuran awan panas guguran sejauh 3.000 meter ke sektor Tenggara, tinggi kolom abu Vulkanik 2.000 meter. Kota Kabanjahe diguyur hujan abu.
"Dengan kondisi seperti itu, potensi erupsi Sinabung masih akan terus berlangsung cukup lama,’’ lanjut Sutopo. Menurut dia, hujan abu akan terus turun di sekitar Gunung Sinabung yang kini berstatus awas (level IV).
Jumlah pengungsi saat ini 3.150 kepala keluarga atau 10.645 jiwa. Tercatat ada 780 lansia, 76 ibu hamil, 220 bayi, dan 747 balita. Mereka adalah kelompok rentan pengungsi yang harus memperoleh perhatian khusus.
SUPRIYANTHO KHAFID