TEMPO.CO, Jakarta - Usulan dana aspirasi Rp 20 miliar per anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diklaim langsung disalurkan ke tiap daerah pemilihan tak sesuai dengan aturannya. Peraturan DPR tentang tata cara pengajuan program dana aspirasi menyebutkan Dewan berhak mengusulkan program dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tersebut.
Menurut peneliti dari Anggaran Indonesia Budget Center, Roy Salam, aturan tersebut akan mendorong Dewan memakai dana aspirasi untuk membiayai kegiatannya sendiri. “Ini jadinya bukan dana aspirasi rakyat, melainkan aspirasi DPR,” kata dia, 25 Juni 2015.
Roy meminta Presiden Joko Widodo tak meladeni keinginan Dewan itu. Terlebih, DPR juga tak mengatur bagaimana cara memverifikasi dan mengawasi program usulan dana aspirasi. “Peluang korupsi dan kolusi sangat besar,” ujarnya. “Aturan tersebut berpotensi melahirkan broker program dana aspirasi.”
Rapat paripurna DPR pada Selasa lalu menyetujui usulan dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun atau Rp 20 miliar per anggota Dewan. Mereka mengusulkan agar pemerintah mengalokasikannya dalam APBN 2016. Dewan berdalih duit tersebut untuk membangun daerah pemilihan.
Pada saat yang sama, Senayan juga menyetujui peraturan DPR tentang mekanisme pengajuan program dana aspirasi. Dalam peraturan tersebut, usulan kegiatan yang akan dibiayai dana aspirasi dapat berasal dari inisiatif anggota Dewan. Program bisa diusulkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah, yang menurut ketentuan umum aturan itu adalah kepala daerah.
Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis, Ucok Sky Khadafi, mencurigai motif DPR karena membuat aturan yang membuka ruang penggunaan dana aspirasi untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. "Ujung-ujungnya anggota DPR yang akan bikin proyek sendiri,” ujar dia, kemarin. "Siapa yang bisa menjamin usulan itu tidak dipermainkan anggota Dewan?”
Koordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, membandingkannya dengan pengadaan uninterruptible power supply (UPS) untuk sekolah-sekolah di Jakarta yang kini sedang disidik kepolisian karena terindikasi korupsi. Pengadaan tersebut, kata dia, merupakan usulan DPRD. “Ternyata alat itu tak dibutuhkan sekolah,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon membantah semua tudingan tersebut. Menurut dia, kewenangan DPR hanya menindaklanjuti usulan yang datang dari masyarakat. "Usulan itulah yang harus mereka ajukan lewat mekanisme kelembagaan di DPR,” ujarnya. Dia berkukuh dana aspirasi adalah bagian dari mandat sumpah jabatan Dewan terhadap aspirasi rakyat.
AGOENG WIJAYA | LINDA TRIANITA | RIKY FERDIANTO | PRIHANDOKO | FAIZ NASHRILLAH