TEMPO.CO, Kupang - Bencana gagal tanam dan gagal panen berimbas pada balita di Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 1.918 dari 330.214 balita yang ada saat ini di NTT menderita gizi buruk. Sebanyak sebelas di antaranya akhirnya meninggal.
Angka itu termuat dalam data Dinas Kesehatan NTT yang ditandatangani Kepala Seksi Perbaikan Gizi Isbandrio. Dalam data itu disebutkan penderita gizi buruk merata hampir di 22 kabupaten/kota di NTT.
Baca Juga:
"Penderita terbanyak terdapat di Kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 200 balita, Kabupaten Kupang 197 balita, dan Timor Tengah Selatan 146 balita," bunyi sebagian laporan itu yang diterima Tempo, Jumat, 26 Juni 2015.
Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Frits Fanggidae, mengatakan meningkatnya kasus gizi buruk dipicu oleh status rawan pangan akibat gagal panen dan gagal tanam di seluruh NTT. Dia menilai kasus rawan pangan dan gizi buruk kini seperti menjadi tradisi setiap tahun.
"Pemerintah harus segera melakukan tindakan darurat dan mengantisipasi agar masalah ini tidak memburuk," ucapnya.
Ibu Ina, penanggung jawab Panti Rawat Gizi Betun, Kabupaten Malaka, menuturkan, setiap bulan, panti tersebut merawat lebih dari sepuluh pasien gizi buruk. “Sepanjang Januari-Mei tahun ini, ada 42 pasien balita, dan 13 di antaranya sampai pada tingkat marasmus,” katanya.
Bencana kelaparan telah menjelma dari status rawan pangan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Kelaparan yang sebelumnya hanya melanda lima desa kini menjadi tujuh desa di dua kecamatan di daerah itu.
Pantauan Tempo, kondisi masyarakat di sana sangat memprihatinkan. Persediaan makanan yang mulai habis menyebabkan sebagian warga harus makan putak (pakan ternak).
YOHANES SEO