TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga internasional pengawasan anti-pendanaan terorisme dan pencucian uang atau Financial Action Task Force on Money Laundering (FAFT) mengeluarkan Indonesia dari grey area negara yang tak patuh pada implementasi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1267 dan 1373. Dalam pertemuan di Brisbane, Australia, kemarin, Indonesia dinilai telah lulus uji kepatuhan.
"Indonesia tak lagi masuk negara yang diperingati FAFT soal keamanan perbankan dan transaksi keuangan," kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf, Jumat, 26 Juni 2015.
Ia menyatakan, sejak Februari 2012, Indonesia masuk dalam blacklist atau public statement oleh FAFT sebagai negara paling berisiko soal pendanaan terorisme dan pencucian uang. FAFT mengeluarkan peringatan kepada dunia agar berhati-hati melakukan transaksi perbankan dan keuangan dengan Indonesia.
Musababnya, Indonesia dinilai tak mampu memenuhi tiga syarat FAFT, yaitu melaksanakan kriminalisasi terorisme, kriminalisasi pendanaan terorisme, dan membekukan aset milik terduga teroris yang tercantum dalam PBB. Pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.
UU ini menjawab dua tuntutan FAFT. Namun belum menjawab tuntutan ketiga soal pembekuan aset karena Indonesia emoh mengamini langsung daftar teroris versi PBB. Alhasil, Indonesia masuk dalam grey area.
Akan tetapi, pada Februari 2015, pemerintah menerbitkan peraturan bersama tentang pencantuman identitas dan pemblokiran dana milik orang atau korporasi yang tercantum dalam daftar terduga teroris. Pada Mei 2015, pemerintah akhirnya mengimplementasikan dengan membekukan aset senilai Rp 2,083 miliar dari 26 rekening.
Peraturan tersebut sekaligus menjadi klaim terpenuhinya tuntutan ketiga dari FAFT. Indonesia dicabut dari daftar negara dengan peringatan soal potensi pendanaan terorisme dan pencucian uang.
"Ini adalah apresiasi internasional. Bagi kita, ini adalah awal bagaimana komitmen ke depan tetap menjaga keterbukaan," ujar Yusuf.
FRANSISCO ROSARIANS