TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso menegaskan kasus Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad tetap dilanjutkan. Sebab, kasus tersebut sudah mengarah pada tindak pidana. "Pelanggaran kode etik tidak pernah menggugurkan pidana," kata dia di Bareskrim, Kamis, 25 Juni 2015.
Usai pemeriksaan pada Rabu sore, Samad menjelaskan pimpinan sementara KPK Taufiequrrahman Ruki telah mengirim surat kepada Bareskrim. Surat tersebut berisi permohonan penghentian kasus Samad karena diduga hanya sebagai pelanggaran kode etik.
Namun Waseso mengisyaratkan tak akan memenuhi permintaan tersebut. "Etik itu sifatnya internal, jadi silakan. Tapi pidananya tetap lanjut," ujarnya
Ia mencontohkan perwira menengah berinisial PN kedapatan menerima suap dari bandar narkoba. Selain disidang kode etik, PN juga ditahan sebagai proses hukum pidana. "Kalau begitu, saya bikin undang-undang untuk menyelamatkan anggota-anggota saya yang salah. Kan, enggak boleh begitu, dong," ujarnya.
Samad ditetapkan tersangka berdasarkan laporan Direktur Eksekutif KPK Watch Yusuf Sahide. Saat menjabat, Samad diduga melakukan lobi politik dengan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terkait pencalonan wakil presiden dalam pemilihan presiden tahun lalu.
Samad juga sempat menemui petinggi Partai NasDem untuk pencalonan dirinya sebagai wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo. Pertemuan tersebut terjadi di Apartemen the Capital Residences kawasan SCBD Jakarta Selatan dan salah satu tempat di Yogyakarta. Ia diduga melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 65 juncto Pasal 36 huruf a juncto Pasal 21 ayat 1 huruf a.
Pemeriksaan Samad itu, kata Waseso, belum begitu lengkap. Karena itu, Bareskrim akan kembali memanggilnya untuk proses kelengkapan berkas ke kejaksaan.
DEWI SUCI RAHAYU