TEMPO.CO, Denpasar - Massa dari Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (AMUK) Bali, Selasa, 23 Juni 2015, berdemonstrasi di Kejaksaan Negeri Denpasar. Mereka menuding Kejaksaan Negeri Denpasar menghilangkan berbagai barang bukti kasus penjualan BBM illegal yang perkaranya telah diputus sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Massa yang terdiri atas ratusan orang itu menggunakan ikat kepala putih dengan tulisan AMUK. Mereka membentangkan poster dan spanduk yang antara lain bertuliskan, “Jaksa Jangan Jadi Bagian dari Mafia Migas”, “Copot Kajari Denpasar Sekarang”, “Hukum Bukan Hanya untuk Rakyat Kecil”.
Aksi massa yang terdiri atas elemen LSM dan lembaga bantuan hukum itu juga dilakukan di Kejaksaan Tinggi Bali di kawasan Renon. Di sini dibacakan pernyataan sikap yang meminta Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar dicopot dari jabatannya. Selain itu, AMUK juga mengancam akan melapor ke polisi bila tetap tidak ada kejelasan mengenai barang bukti.
“Kami percaya masih ada jaksa yang baik, tapi yang memang kotor harus dibersihkan,” kata koordinator aksi, Nyoman Mardika.
Dia menjelaskan dugaan itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan data yang diperoleh dari website Mahkamah Agung, kasus penjualan BBM illegal sudah diputus sejak November 2014. Vonis MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan jaksa dari Kejaksaan Negeri Denpasar.
Namun barang bukti dalam kasus itu diserahkan kepada terdakwa Wirata dengan dalih pinjam pakai. “Enam mobil tangki, misalnya, sudah tidak ada di halaman Kejaksaan Negeri Denpasar. Bagaimana pula dengan barang bukti lainnya, yang jumlahnya banyak,” ujar Mardika.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Denpasar Syahrir Sagir menemui massa. Dia mewakili Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Emanuel Zebua, yang dikatakan Syahrir tidak berada di kantornya.
Syahrir membantah barang bukti dipinjamkan kepada terpidana kasus itu. “Mobil tangki kami pindahkan ke tempat yang lebih aman. Kapal tanker masih ada di Pelabuhan Benoa dan dalam keadaan rusak,” ucapnya.
Syahrir enggan menyebut tempat penyimpanan truk karena dirahasiakan. Tempat yang disebut aman itu hanya diketahui oleh pejabat Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Denpasar.
Dia juga beralasan barang bukti belum bisa dieksekusi karena salinan putusan MA tertanggal 27 November 2014 belum diterima Kejaksaan Negeri Denpasar.
Kasus itu berawal dari penangkapan mobil tangki berisi solar DK 9505 AF milik PT SP, Kamis, 9 Februari 2012 di kawasan Nusa Dua, Bali.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, jaksa menuntut terdakwa Wirata dihukum penjara selama 4 tahun ditambah denda Rp 20 miliar subsider 6 bulan penjara.
Adapun barang bukti dirampas untuk negara. Barang bukti terdiri atas enam unit truk tangki, sebuah kapal tanker, dua unit tangki duduk, enam unit mesin Alkon, serta sejumlah barang lainnya.
Namun Majelis Pengadilan Negeri Denpasar hanya menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 224 juta. Selain itu, kapal tanker dan truk tangki juga dikembalikan ke Wirata.
Jaksa mengajukan banding dan dikabulkan. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Denpasar menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp 500 juta. Majelis hakim tingkat banding sependapat dengan jaksa ihwal barang bukti.
Perkara berlanjut ke MA karena jaksa maupun terdakwa mengajukan kasasi. Majelis hakim MA memenangkan jaksa.
ROFIQI HASAN