TEMPO.CO , Jakarta:Ditolaknya gugatan tata usaha negara terpidana mati asal Perancis, Serge Areski Atlaoui, membuka pintu bagi Kejaksaan Agung untuk mulai maju dengan rencana eksekusi mati berikutnya. Namun, masih ada satu terpidana mati yang statusnya ditunggu Kejagung.
Terpidana mati itu adalah Mary Jane Fiesta Veloso asal Filipina. Apabila Serge lolos dari eksekusi mati gelombang dua April 2015 lalu akibat gugatan tata usaha negaranya, Mary Jane lolos karena keterangannya dibutuhkan untuk mengungkap kasus di Philipina.
"Sampai saat ini belum ada update jelas soal Mary Jane," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana, Senin, 22 Juni 2014.
Mary Jane Fiesta Veloso adalah terpidana kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin ke Jogjakarta, April 2010 lalu. Ia ditangkap di Bandara Internasional Adi Sucipto, divonis mati pada Oktober 2010, dan ditolak grasinya pada 30 Desember 2014.
Ketika hendak dieksekusi pada 28 April lalu, hukuman matinya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Beberapa faktor penyebabnya adalah lobi Presiden Filipina Acquino ke Presiden Joko Widodo dan menyerahnya terduga perekrut Mary Jane, Maria Kristin Sergio, ke kepolisian Philipina.
Keterangan Mary Jane dibutuhkan untuk mengungkap apakah Sergio telah melakukan tindak pidana perdagangan manusia di mana Mary diklaim sebagai korbannya. Mary Jane sempat diagendakan untuk memberikan keterangan pada penegak hukum di Filipina pada Mei lalu, namun batal tanpa alasan jelas.
Tony melanjutkan, Kejagung akan melakukan tindak lanjut atas proses hukum yang dijalani Mary Jane. Ia menduga ada masalah terhadap proses hukum Sergio di Filipina sehingga keterangan Mary Jane belum juga diminta. "Nanti kami follow up," ujarnya.
Tony menegaskan, apapun hasil putusan di Filipina nanti tak akan mengubah status Mary Jane. Ia berkata, eksekusi mati Mary Jane tetap statusnya ditunda, bukan dibatalkan.
"Kalau putusan di Filipina nanti menguntungkannya dan ia mengajukan PK, kami akan menunjukkan bahwa dia sudah PK lebih dari sekali,"ujar Tony. Sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung, PK untuk kasus pidana hanya diperbolehkan sekali.
ISTMAN MP