TEMPO.CO, Jakarta - Gara-gara Menteri Penerangan pada masa Orde Baru, Harmoko, mencabut surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP) tiga media, Tempo, Detik, dan Editor, ribuan karyawan terpaksa kehilangan pekerjaan. Berbagai upaya--seperti mencoba "membeli" Tempo sampai membuat media baru bernama Gatra--dilakukan pemerintah supaya tak disalahkan sebagai penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ini.
Direktur Utama PT Tempo Inti Media saat ini, Bambang Harymurti, mengenang masa-masa krisis pasca-pembredelan itu. "Kami tak mau Tempo dibeli pemerintah lewat keluarga Cendana (keluarga Presiden Soeharto)," ujarnya, Minggu, 21 Juni 2015. "Kami memilih mati saja."
Tapi pilihan itu juga dilematik. Sebab, dengan keputusan itu, kata pria yang akrab dipanggil BHM ini, Tempo harus membayar gaji dan pesangon semua karyawan. Dalam buku Wars Within yang ditulis profesor komunikasi dari George Washington University, Janet Steele, disebutkan bahwa jumlah uang yang harus dikeluarkan Grafiti Pers--perusahaan penerbit Tempo saat itu mencapai ratusan juta rupiah.
"Karena perusahaan bukan cuma membayar pesangon, tapi juga gaji untuk beberapa bulan dan bonus pada tahun tersebut." Meskipun pada masa itu Tempo sedang mengalami masa jaya dan punya banyak aset, seperti gedung megah di HR Rasuna Said, Kuningan, keuangan perusahaan itu tak mampu membayar uang PHK. "Akhirnya satu per satu aset dijual, termasuk gedung di Kuningan, beberapa tanah, bahkan Grafiti Pers juga sempat mau dijual."
Tapi, BHM menambahkan, ada dua aset Tempo yang dipertahankan dan tak dijual. Yang pertama yakni Wisma Tempo Sirnagalih di Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Yang kedua, rumah-kantor di Kebayoran Lama (Velbak). Wisma Tempo kemudian menjadi saksi sejarah lahirnya organisasi profesi jurnalistik baru di Indonesia: Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Salah satu pemicu kelahiran AJI pun adalah pembredelan tiga media pada 21 Juni 1994 itu.
Adapun rukan di Kebayoran Lama pada masa itu digunakan majalah Forum, yang juga diterbitkan Grafiti Pers. Kantor Velbak inilah yang pada 2000-an digunakan oleh redaksi Koran Tempo. Redaksi majalah Tempo, yang akhirnya terbit kembali pada 1998, baru berkantor di Velbak pada pertengahan 2011. Saat terbit kembali sebelum akhirnya menyatu dengan redaksi Koran Tempo, redaksi majalah berkantor di Jalan Proklamasi 72.
Aset Tempo yang menemani perjalanan jatuh-bangunnya media ini pun akhirnya harus dijual. Gedung kantor di Velbak harus ditinggalkan pada April 2015. Kini, pada tahun ke-21 pasca-pembredelan majalah Tempo, semua awak redaksi dan perusahaan akhirnya bisa menyatu di kantor baru di Palmerah 8.
PRAGA UTAMA