TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi menerbitkan peraturan bupati tentang laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) yang baru. Dalam aturan baru tersebut, dia mewajibkan pejabat eselon III juga melaporkan LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai aturan yang ada.
"Di dalam aturan KPK itu kan yang harus melaporkan LHKPN hanya kepala daerah dan pejabat eselon II saja," kata Dedi, kepada Tempo, Jumat, 19 Juni 2015. "Khusus Purwakarta, sekarang saya tambahkan dengan eselon III-nya."
Menurut Dedi, pejabat eselon III yang di antaranya menduduki jabatan kepala kantor, camat, kepala bagian, sekretaris kecamatan, dan kepala bidang, rentan dengan praktek korupsi. Sebab di antara mereka banyak yang menyandang status Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Karena jabatannya yang strategis itu, maka mereka wajib melaporkan LHKPN," kata Dedi. Ia menyebutkan, peraturan tentang LHKN tersebut telah diterbitkannya sepekan lalu.
Soal lain mengapa pejabat eselon III juga diwajibkan membuat LHKPN, Dedi menjelaskan, agar ketika mereka naik menduduki jabatan eselon II sudah terbiasa mengisi dan melaporkannya. "Kan input-nya jadi positif," tuturnya.
Nina Meilawati, Kepala Kantor Arsip Daerah Kabupaten Purwakarta, tak keberatan dengan peraturan bupati soal LHKPN tersebut. "Sepanjang tujuannya baik dan memagari kita dari jerat korupsi, ya saya setuju banget," ujar salah seorang pejabat eselon III tersebut.
Sesuai aturan, LHKPN dilaporkan oleh pasangan kepala daerah saat pencalonan dan pasca-pelantikan jadi bupati dan wakil bupati, selanjutnya diperbarui dengan laporan baru, jika kemudian terpilih lagi dalam pemilihan umum kepada daerah.
Adapun para pejabat eselon II, LHKPN wajib disampaikan ketika dia dilantik menjadi kepala dinas dan rutin dilakukan setiap dua tahun sekali. Tetapi, jika dalam perjalanannya, baru setahun jadi kepala dinas kemudian dimutasi ke jabatan lain dengan eselon sama, maka dia harus melakukan pembaruan LHKPN-nya dan melaporkannya ke KPK.
NANANG SUTISNA