TEMPO.CO , Jakarta: Menjelang bergulirnya bursa pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, ada tiga nama yang sudah muncul. Mereka cukup dikenal publik, yakni mantan Komandan Pusat Polisi Militer, Mayjen Purnawirawan Hendardji Soepandji, Wakil Ketua Komisi Yudisial Bidang Hubungan Antarlembaga Imam Anshori Saleh, serta pakar hukum tata negara Saldi Isra. Lantas, bagaimana rekam jejak mereka?
Hendardji Soepandji direkomendasikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko. "Beliau pernah jadi Danpuspom, punya basic hukum," kata Moeldoko di Jakarta, Selasa, 16 Juni 2015. Dia pun menilai, Hendardji memiliki rekam jejak yang baik dan berintegritas.
Hendardji menjadi Komandan Pusat Polisi Militer pada 2006-2007. Prestasinya kala itu membongkar kasus korupsi PT Asabri sebesar Rp 415 miliar. Dia juga mengungkap kasus serupa di Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan TNI Angkatan Darat senilai Rp 129 miliar.
Hendardji mencalonkan diri di pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 berpasangan dengan Ahmad Riza Patria. Langkahnya terhenti di putaran pertama karena hanya memperoleh 1,98 persen suara.
Selanjutnya, Imam Anshori Saleh yang mengaku mendapat banyak desakan untuk memimpin KPK. Tanpa menyebut namanya, kata dia, ada organisasi kenasyarakatan yang bakal mengajukannya.
"Masih pikir-pikir. Saya mau bersalat istikharah dulu," ujar Imam melalui pesan pendek. Bila hasil salat istikharah membuatnya mantap menjadi calon pimpinan KPK, Imam akan langsung menyampaikan berkas pendaftaran kepada panitia seleksi.
Imam menyadari posisi KPK saat ini sedang dilemahkan. Tapi, kata dia, hak itu justru menjadi tantangan bagi pemimpin KPK ntuk membangun lembaga itu agar menjadi lebih berdaya dan andalan dalam penindakan serta pencegahan korupsi. "Niatnya haruslah jihad, sungguh-sungguh," kata Imam.
Imam pernah menjadi anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa periode 2004-2009. Dia mengawali
karir sebagai wartawan di Kedaulatan Rakyat, Yogya Post, dan Media Indonesia.
Terakhir, Saldi Isra yang direkomendasikan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat. Guru Besar hukum tata negara Universitas Andalas ini dianggap bebas dari intervensi politik.
"Prof Saldi cocok untuk mewakili pimpinan KPK. Dia akan membuat KPK memiliki gereget," kata Sekretaris Umum DPW Muhammadiyah Sumatera Barat Nurman Agus. Menurut dia, Saldi memiliki rekam jejak bagus dalam upaya gerakan antikorupsi. Direktur Pusat Studi Konstitusi itu juga pernah mendapatkan penghargaan Bung Hatta Award.
Selain Muhammadiyah, pengamat hukum tata negara Universitas Ekasakti, Otong Rosadi, mengusulkan Saldi
maju sebagai calon pemimpin KPK. Otong menuturkan KPK sedang membutuhkan sosok orang yang berintegritas, mampu melanjutkan pekerjaan yang tertunda, mampu bekerja secara tim dan memahami hukum, serta siap dengan tantangan saat berada di KPK. "Kriteria itu ada pada Saldi Isra."
Menurut dia, teman-temannya juga mendorong Saldi atas dasar moral akademis untuk mewakili kampus guna ikut dalam pemberantasan korupsi. Namun usul itu tidak ditanggapi Saldi. Saat Tempo menghubunginya, Saldi enggan berkomentar.
Saldi kini menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako). Berbagai penghargaan pernah diterima, antara lain Award of Achievement for People Who Make a Difference, dari The Gleitsman Foundation, serta Megawati Soekarnoputri sebagai Pahlawan Muda Bidang Pemberantasan Korupsi.
Panitia Seleksi KPK menjaring calon pendaftar di sepuluh kota mulai Selasa lalu. Sepuluh daerah yang akan dikunjungi oleh Pansel yaitu Makassar pada 16 Juni; Padang, Yogyakarta, dan Medan, 17 Juni; Balikpapan, Semarang, dan Pontianak, 18 Juni; Bandung dan Malang, 19 Juni; serta Depok, 22 Juni.
SATWIKA MOVEMENTI | ANDRI EL FARUQI | LINDA TRIANITA