TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,Taufiequrrachman Ruki, mengaku senang karena Presiden Joko Widodo membatalkan rencana revisi Undang-Undang KPK. Ruki menilai UU KPK yang sekarang memang belum perlu diubah-ubah. "Suka sekali saya, jadi tak perlu memikirkan hal-hal lain," katanya di kantornya, Jumat, 19 Juni 2015.
Menurut Ruki, penolakan revisi itu merupakan keputusan Jokowi. Sebelum ditolak, KPK menyarankan presiden untuk tak mengubah UU. "Dari pada bikin persoalan," ujarnya. Saran itu disampaikan dalam rapat kerja pemberantasan korupsi yang digelar presiden.
Selain Ruki sebagai pelaksana tugas Ketua KPK, menurutnya hadir pula Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan M. Yusuf, Jaksa Agung HM Prasetyo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.
Menurut Ruki, penolakan revisi itu seharusnya tak menghentikan perbaikan UU KPK. Namun idealnya, perbaikan dilakukan berbarengan dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kibat UU Hukum Pidana. "Kalau belum harmonisasi, ya jangan dulu," ujar dia.
Wacana revisi UU KPK mencuat setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat memasukkan peruabahn aturan itu ke program legislasi nasional 2015. Setelah mencuat, belakangan diketahui ada usulan memasukkan pasal-pasal yang diyakini bisa melemahkan KPK. Salah satunya soal kewenangan penyadapan KPK yang jika dipangkas bisa membuat KPK tak lagi bisa melakukan operasi tangkap tangan.
MUHAMAD RIZKI