TEMPO.CO, Semarang - Panitia tim seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan membuat ranking calon seperti proses seleksi sebelumnya. Anggota panitia seleksi pimpinan KPK, Enny Nurbaningsih, menyatakan pembuatan ranking dihindari karena calon pimpinan KPK ke depan diharapkan memiliki kualitas yang sama dengan keahlian yang berbeda-beda.
“Kami ingin ada grade yang sama, sehingga DPR akan bisa memilih calon-calon yang baik,” kata Enny Nurbaningsih, dalam diskusi "Mencari Sosok Ideal Pimpinan KPK" yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Semarang, Kamis, 18 Juni 2015.
Tim seleksi pimpinan KPK akan menjaring delapan orang untuk diserahkan ke Presiden RI Joko Widodo. Selanjutnya pemerintah akan menyerahkan delapan nama tersebut ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. DPR akan memilih empat nama menjadi calon terpilih pimpinan KPK periode 2015-2019.
Enny menyatakan, berkaca pada penggunaan ranking calon pimpinan KPK sebelumnya, hal itu ternyata tidak efektif. Contohnya pimpinan KPK Abraham Samad dalam hasil seleksi tim panitia memiliki ranking nomor delapan. Saat menjalani fit and proper test di Komisi III (Bidang hukum) DPR, Abraham Samad berhasil memperoleh urutan nomor satu.
Enny mengakui mencari orang yang berintegritas dengan grade yang sama tidaklah mudah. Namun panitia optimistis bisa mendapatkan calon-calon pimpinan KPK yang berkualitas.
Hingga Kamis sore, tim seleksi pimpinan KPK sudah menerima sebanyak 170 pendaftar. Dari jumlah itu, pendaftar dari figur-figur perempuan masih sangat minim. “Baru ada sekitar empat orang,” kata Enny. Enny memperkirakan tokoh-tokoh perempuan belum mau mendaftar menjadi calon pimpinan KPK karena belum banyak yang mendapatkan izin dari suami maupun anak-anaknya.
Abdullah Dahlan dari Indonesian Corruption Watch menyatakan karena tantangan pemberantasan korupsi di masa mendatang semakin berat, maka pimpinan KPK mendatang haruslah orang yang mampu menentukan arah dan prioritas pemberantasan korupsi.
Selain itu, pimpinan KPK juga harus bisa memahami dan mengendalikan penanganan perkara, mampu berkoodinasi dengan aparat penegak hukum lain, piawai membangun komunikasi, konsisten menjaga wibawa KPK, serta mampu membangun basis hukum dan politik untuk melawan pelemahan KPK.
ROFIUDDIN