TEMPO.CO, Malang -Lembaga swadaya masyarakat untuk lingkungan, Protection of Forest & Fauna (Profauna) memprotes rendahnya masa hukuman Basuki Ongko Raharjo, terpidana perdagangan satwa. Yakni enam bulan penjara dengan masa percobaan setahun. Protes disampaikan ke Komisi Yudisial.
"Vonis tak mencerminkan rasa keadilan," kata Ketua Profauna, Rosek Nursahid, Kamis 18 Juni 2015.
Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Halim Pengadilan Negeri Surabaya Ferdinandus pada 17 Juni 2015, terdakwa mengakui perbuatannya dan secara meyakinkan melakukan tindak kejahatan penyelundupan satwa langka.
Ia didakwa melanggar Undang Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sayangnya aparat penegak hukum tak menjatuhkan hukuman maksimal. Bahkan jaksa menuntut hanya hukuman percobaan.
"Melukai rasa keadilan, merugikan ekologi dan habitat," ujarnya. Apalagi, Basuki mengaku menyelundupkan satwa dan awetan atau opsetan sejak tahun 2006. Dia, katanya, merupakan pelaku perdagangan satwa ilegal untuk pasar Eropa dan Amerika.
"Dia penyelundup internasional. Dikirim ke Inggris, Swedia dan Amerika," ujarRosek. Upaya memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan perdagangan satwa gagal. Karena hukuman kepada pelaku perdagangan satwa selalu rendah. Selain itu, hukuman rendah mengakibatkan berkurangnya kepercayaan dunia Internasional terhadap perdagangan satwa di Indonesia.
Kasus tersebut merupakan temuan Kepolisian Inggris unit kejahatan satwa liar. Tim menemukan selundupan satwa liar mati dari Indonesia. Selanjutnya, kasus tersebut dilaporkan untuk ditindaklanjuti interpol. Kepolisian melalui Kepolisian Daerah Jawa Timur menggeledah rumah terdakwa.
Hasilnya, polisi menyita dari rumah Basuki Ongko seekor opsetan penyu, kucing hutan, kerangka kancil, kepala rusa, 85 kerangka paruh merah burung cekakak, 100 kepala paruh merah cekakak, 30 kerangka cekakak 90 kepala paruh hitam cekakak, 63 bulu merak, 5 kerang terompet dan 9 sigung. Kasus kejahatan perdagangan satwa liar, katanya, menjadi prioritas penanganan interpol.
Juru kampanye Profauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti berharap agar hakim yang menangani perkara ini diperiksa. Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran penanganan kasus ini. Ia khawatir penegakan hukum atas perdagangan satwa liar akan sia-sia lantaran pelaku dihukum ringan.
"Kerugian negara jauh sangat besar," katanya. Ia berharap pelaku dihukum berat untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan satwa liar. Karena perdagangan satwa telah mengancan kelestarian satwa di alam, bahkan sebagian satwa langka terancam punah.
Satwa yang diperdagangkan, katanya, berasal dari kawasan hutan di Jawa Timur. Seperti kawasan Taman Nasional Baluran, Bromo Tengger Semeru, Suaka Marga Satwa Hyang, dan kawasan konservasi lainnnya. Burung Cakakak, katanya, diburu kolektor dari Eropa karena bentuk dan warnanya unik.
EKO WIDIANTO