TEMPO.CO, Makassar - Penuntasan kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Mengkendek, Tana Toraja, terkendala status kepemilikan lahan. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat belum bisa membuktikan bahwa lahan itu milik negara. ”Tak heran, berkas perkaranya selalu ditolak kejaksaan,” ujar juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Ajun Komisaris Besar Frans Barung Mangera, Kamis, 18 Juni 2015.
Apalagi, kata Frans, saat ini ada gugatan perdata atas obyek itu yang sebagian dimenangi pihak penggugat. Dampaknya, polisi mesti bekerja ekstra untuk mengusut adanya tindak pidana korupsi pada pembebasan lahan tersebut.
Kendala penyidikan, Frans melanjutkan, telah disampaikan tim penyidik dalam rapat koordinasi Kepolisian, KPK, dan kejaksaan di kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat. ”Hasil pertemuan itu, jaksa dan polisi harus satu persepsi menghadapi kendala dalam kasus ini. Dengan demikian, hal yang menghambat bisa dihilangkan dan kasusnya segera disidangkan,” katanya.
Soal dugaan keterlibatan Bupati Tana Toraja Theofilus Allolerung, menurut Frans, polisi belum bisa menyimpulkannya. Lagi pula, polisi mempunyai kebijakan untuk membekukan kasus-kasus yang diduga berkaitan dengan kandidat dalam pemilihan kepala daerah serentak pada Desember mendatang. ”Kasusnya tak berhenti. Nanti setelah pilkada serentak baru dilanjutkan,” tuturnya.
Dalam kasus ini, Kepolisian telah menetapkan delapan tersangka. Mereka adalah pejabat dan bekas pejabat Tana Toraja yang masuk tim sembilan. Yaitu Kepala Bappeda Yunus Sirante, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Haris Paridy, Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Agus Sosang, bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Zeth John Tolla, bekas Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Gerson, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Yunus Palayukan, Sekretaris Daerah Enos Karoma, dan Camat Mengkendek Ruben R. Randa.
Pembebasan lahan memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tana Toraja dan Sulawesi Selatan sebesar Rp 38 miliar. Setelah diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Selatan, didapati kerugian negara Rp 21 miliar.
Pengacara para tersangka, Ompo Massa, mengatakan, mengacu pada perkembangan penyidikan, cukup jelas bahwa Bandara Mengkendek dibangun di atas tanah adat. Hal itu dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung perihal gugatan perdata atas lahan tersebut. ”Keterangan ahli maupun tokoh masyarakat adat juga menyebutkan itu tanah Tongkonan atau tanah adat,” ucapnya.
TRI YARI KURNIAWAN