TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki menjabarkan pentingnya revisi Undang-Undang KPK. Menurut dia, KPK membutuhkan dukungan legislasi dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperkuat lembaga antirasuah.
"Ada beberapa undang-undang terkait dengan tindak pidana korupsi yang perlu diamandemen dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi," kata Ruki dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR, Kamis, 18 Juni 2015.
Dalam UU KPK, misalnya, ucap Ruki, penetapan tersangka dan barang bukti harus dilakukan pada awal penyidikan. Berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang penetapan tersangkanya bisa dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu setelah penyidikan dimulai. "Maka ini harus ditegaskan undang-undang sebagai lex specialis," ujarnya. Selain itu, Ruki mengemukakan pentingnya pembentukan komite pengawas.
Ruki mendorong DPR tak hanya merevisi Undang-Undang KPK, tapi juga UU lain yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi. Misalnya, Undang-Undang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, terutama pasal pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara. "Di undang-undang ini memang tidak ada sanksi, tapi setidaknya atasan bisa memberi teguran," tuturnya.
Pemimpin KPK lain, Johan Budi, tak setuju UU KPK direvisi. Apalagi bila mengurangi kewenangan penyelidikan, penyadapan, dan penuntutan. "Kalau itu tujuannya, saya kira lebih baik jangan direvisi dulu," kata Johan sebelum rapat dimulai.
INDRI MAULIDAR