TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan tak bisa langsung menolak usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemerintah harus melihat dulu draf yang ditawarkan DPR.
"Yang pasti, apa pun itu tidak ada yang sempurna. Kalau di DPR nanti ngasih kita lihat, yang dikasih sempurna apa enggak," kata Laoly di Istana Negara, Rabu, 17 Juni 2015.
Menurut Laoly, tak ada beleid yang sempurna. Jadi kemungkinan revisi semua aturan selalu ada. Ia meminta masyarakat tak langsung mengambil kesimpulan bahwa revisi berarti pelemahan. "Kita lihat dulu barangnya seperti apa nanti. Kan, tetap harus dibahas dengan pemerintah."
Apalagi, ujar dia, akhir-akhir ini banyak tersangka KPK yang menang praperadilan, sehingga DPR mendorong revisi UU ini terus berjalan. Laoly menuturkan baru bisa berpendapat soal pelemahan setelah melihat draf revisi yang diajukan DPR.
"Jangan berburuk sangka. Tunggu DPR ajukan dulu. Saya kan tak bisa ikut campur yang dibahas DPR. Setelah itu, ajukan ke presiden. Presiden akan mengutus menteri. Lalu kita bahas, baru kita debat," katanya.
Laoly khawatir, jika dia langsung menolak usulan DPR, undang-undang yang pemerintah ajukan akan ditolak DPR. "Kalau saya tolak semua UU dari DPR, undang-undang yang saya ajukan bisa ditolak."
Revisi UU KPK masuk dalam Program Legalisasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Ini berdasarkan hasil rapat antara Yasonna Laoly dan Badan Legislasi DPR pada Selasa lalu.
TIKA PRIMANDARI