TEMPO.CO, Malang - Wali Kota Malang Mochmad Anton mengaku kaget beredar daging babi hutan atau celeng di pasar tradisional. Apalagi peredaran daging celeng telah berlangsung dua tahun lebih. Sehingga dipastikan banyak konsumen yang tertipu. "Ini bahaya, harus dihentikan," kata Anton, Rabu, 17 Juni 2015.
Untuk itu, Anton meminta Dinas Pertanian untuk mengawasi dan mencegah peredaraan daging babi. Apalagi menjelang bulan puasa, kebutuhan daging meningkat. Para penjual daging celeng seolah-olah menjual daging sapi. Sehingga konsumen dirugikan karena harga daging sapi jauh lebih mahal.
Kepala Dinas Pertanian Kota Malang Hadi Santosa menjelaskan jika peredaran daging di Malang terus diawasi. Pengawasan dilakukan mulai pemeriksaan kesehatan, pemotongan, sampai distribusi. Namun, petugas kesulitan mengawasi daging celeng dari luar Malang.
"Mungkin pasokan berasal dari luar kota," ujar Anton. Seperti pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Malang diawasi ketat. Tujuannya, untuk menghasilkan daging sapi yang berkualitas dan halal.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Adam Purbantoro menjelaskan jika daging celeng dipasok dari Kabupaten Malang. Penyidik polisi telah memanggil distributor tapi mangkir tak memenuhi panggilan. "Kami telusuri siapa saja jaringannya," kata Adam.
Peredaran daging celeng terungkap setelah polisi menangkap pasangan suami-istri, SKT, 49 tahun dan BN, 47 tahun, warga Jalan Kolonel Sugiono Gangg VII, Malang, 15 Juni 2015. Keduanya menjual daging celeng di Pasar Kedungkandang, Malang.
Pelaku dijerat Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang perlindungan konsumen, dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Ancaman hukumannya lima tahun penjara.
EKO WIDIANTO