TEMPO.CO, Yogyakarta - Jumlah penderita HIV/AIDS yang drop out atau menghentikan konsumsi obat antiretroviral (ARV) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 30 persen dari total jumlah penderita. Padahal penderita HIV/AIDS harus mengkonsumsi ARV seumur hidup secara tepat waktu.
“Mereka ketahuan drop out setelah tidak pernah mengambil ARV di rumah sakit terdekat,” kata Kepala Poli Edelweis Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito M. Zainal Abidin, Senin, 15 Juni 2015. Poli Edelweis merupakan fasilitas medis yang melayani orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Jumlah kasus penderita AIDS di DIY pada 1993-2014 mencapai 1.178 kasus dan yang terinfeksi HIV sebanyak 1.755 kasus. Zainal menjelaskan, keberadaan ODHA yang drop out sulit dilacak karena ada yang pindah domisili ke daerah lain atau sudah meninggal dunia tanpa ada pemberitahuan keluarga kepada rumah sakit atau pendamping.
Alasan ODHA yang memilih tak lagi mengkonsumsi ARV antara lain bosan, merasa sudah sehat, dan efek samping mengkonsumsi obat yang dirasakan tidak nyaman. “Orang yang ketahuan positif HIV harus segera mengkonsumsi ARV, karena enam bulan pertama sangat potensial menularkan,” ujar Zainal.
Pendamping ODHA dari LSM Victory Plus, Aini, menuturkan ARV didapatkan ODHA secara gratis di tiap-tiap rumah sakit pemerintah di kota/kabupaten dan provinsi. Satu botol berisi ARV dikonsumsi untuk satu bulan. “Kalau drop out, tidak mengkonsumsi, tubuh penderita akan resisten terhadap ARV,” kata Aini.
Dia mengaku sulit memberikan pengertian kepada ODHA untuk mengkonsumsi ARV tiap hari secara teratur dan rutin. Terutama bagi anak-anak yang tertular yang belum mempunyai pemahaman soal HIV/AIDS. “Saya biasa mengatakan ARV itu sebagai vitamin yang diminum saban hari biar sehat,” ujar Aini.
PITO AGUSTIN RUDIANA