TEMPO.CO , Yogyakarta:Perusahaan Daerah Air Minum Gunungkidul pekan ini mulai melipatgandakan produksi airnya guna menghadapi musim kemarau. "Karena kebetulan kemarau bersamaan dengan Ramadan, kebutuhan air lebih meningkat dan pekan ini kami mulai genjot produksi airnya jangan sampai terganggu," ujar Direktur Utama PDAM Gunungkidul Isnawan Febrianto kepada Tempo, Minggu 14 Juni 2015.
Peningkatan operasional guna menambah kapasitas produksi air itu dilakukan dengan cara mengaktifkan pemompaan sumber air, dari normalnya 12 jam menjadi 24 jam sehari. "Memasuki ramadhan ini pompa aktif sehari penuh," ujar Isnawan.
Produksi air selama kemarau ini PDAM Gunungkidul mengandalkan tiga sumber air di wilayah Pantai Baron, Goa Seropan (Bribin), dan Pantai Ngobaran.
Isnawan menuturkan, sejak akhir Mei lalu, debit air di tiga sumber itu sebenarnya sudah mulai turun dan butuh energi tambahan guna memompa sumber untuk dialirkan ke sejumlah kecamatan yang terhubung dengan instalasi pipa PDAM.
"Energi yang dibutuhkan untuk memompa tiap sumber ini harus dua kali lipat dibanding saat musim hujan, lebih boros BBM (Bahan Bakar Minyak)," ujar Isnawan.
Misalnya saja untuk sumber sekitar Pantai Ngobaran sebelum dialirkan untuk para konsumen di Kecamatan Karangmojo dan Ponjong, PDAM harus memompa sebanyak 3 kali agar air bisa naik. Sedangkan dari Pantai Baron dan Goa Seropan atau Bribin, air baru bisa teralirkan setelah 5-7 kali pemompaan.
"Paling tidak debit air saat ini masih terjaga normal dengan cara mengaktifkan pompa 24 jam itu," ujar Isnawan. Saat kemarau ini, debit air PDAM sekitar 430 mililiter per detik.
Divisi Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gunungkidul Suharto menuturkan, pihaknya juga sudah menyediakan armada dropping air mengantisipasi krisis air saat Ramadan.
"Untuk sisi selatan Gunungkidul kami siagakan armada dropping dua kali sepekan dengan sumber air Embung Gunung Nglanggeran," ujar Suharto.
Sedangkan untuk wilayah utara Gunungkidul, BPBD mensiagakan sumber cadangan dari sumber air Kecamatan Gedangsari dan Nglipar.
"Dropping air masa kemarau saat ramadhan diprioritaskan untuk kecamatan paling rawan," ujarnya. Kecamatan paling rawan kekeringan itu meliputi Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Nglipar, Semin, Ngawen, dan Panggang.
DPRD Kota Yogyakarta pun awal Juni ini mulai membahas rancangan peraturan daerah pengelolaan dan pajak air tanah. Raperda itu bakal mengatur pemanfaatan air tanah baik dari lapisan masyarakat umum juga kelompok pengusaha hotel dan restauran.
"Untuk masyarakat raperda ini akan mengatur dan mengendalikan penggalian-penggalian sumur baru agar lebih tertata," ujar Sekretaris Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudyatmoko. Sedangkan bagi kalangan perhotelan, beleid ini akan mengatur ihwal kewajiban penggunaan air tanah agar tak merugikan warga sekitarnya.
"Karena Kota Yogya daerah cekungan, perda ini perlu agar tak terjadi krisis air bersih ke depan, terutama saat kemarau," ujar Danang.
PRIBADI WICAKSONO