TEMPO.CO, Yogyakarta -Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Achir Chaniago menuding para aktivis yang menentang pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah, telah mengabaikan fakta besarnya kebutuhan listrik nasional.
Menurut Andrinof, selama ini para penentang pembangunan PLTU Batang tidak mau diajak berdialog. “Jangan serang dari jauh, demo di mana-mana, tapi tidak mau dialog,” katanya setelah berbicara di forum “Dialog Menjembatani Penelitian dengan Pengambilan Kebijakan” di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, 12 Juni 2015. Padahal, kata dia, kalau mereka mau berdialog, pemerintah sudah menyiapkan jawaban tentang perlunya PLTU Batang tersebut.
Para penentang PLTU Batang tersebut tidak memperhatikan masalah kelistrikan di Indonesia. Pembangkit ini, menurut dia, mampu menghasilkan produksi listrik sebesar 2.000 megawatt yang bisa memenuhi kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Produksi listrik sebesar itu akan mendorong tumbuhnya sektor industri dan membuka lapangan kerja yang lebih besar.
Kekurangan Listrik
Proyek PLTU Batang tersebut, kata Andrinof, merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk memanfaatkan potensi batu bara nasional. Sebab, selama ini produksi batu bara dalam negeri yang berlimpah lebih banyak diekspor dan malah membantu pembangunan infrastruktur negara lain. “Sementara masyarakat kita tertinggal, kekurangan listrik, seperti mati di lumbung padi,” ujarnya.
Adapun ihwal risiko dampak lingkungan dari keberadaan PLTU Batang, menurut Andrinof, pemerintah sudah menyiapkan solusi untuk masalah tersebut. Karena itu, kata dia, penentangan terhadap PLTU Batang tidak menjadi harga mati. “Dari kajian yang ada, tidak ada dampaknya ke lingkungan,” ujarnya.
Saat meluncurkan program listrik nasional 35 ribu megawatt di Bantul pada awal Mei lalu, Presiden Joko Widodo menargetkan pembangunan PLTU Batang harus mulai berjalan pada Juni ini. Namun pembangunan PLTU tersebut terus terhambat akibat belum selesainya masalah pembebasan lahan.
Selama ini, berdasarkan catatan Tempo, rencana pembangunan PLTU di Batang, Jawa Tengah, mengundang reaksi keras dari para aktivis lingkungan serta petani dan nelayan di sekitar lokasi pembangkit ini. Alasan penolakan adalah pembangkit ini berpotensi menghasilkan jutaan ton emisi karbon setiap tahun, sekaligus mengancam sektor pertanian dan perikanan laut di sekitarnya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM | IQBAL MUHTAROM