TEMPO.CO, Sidoarjo - Gubuk berdinding kardus itu berdiri dekat pematang sawah di sebuah gang di sudut Desa Semaji, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selain reot, keberadaannya semakin tak mencolok karena tertutup rimbunan pohon dan puluhan batuan besar.
Bila dilihat sepintas, gubuk itu tak terlihat istimewa. Namun siapa sangka di dalam gubuk tersebut tersimpan ratusan bahkan ribuan benda kuno (artefak) yang memiliki nilai sejarah.
Artefak itu milik seniman nyentrik Jansen Jasien, 41 tahun. Pelukis spesialis obyek sejarah bernama asli Muhammad Yasin itu mulai mengumpulkan koleksinya empat tahun lalu. "Saya bukan pelukis yang senang berdiam diri di rumah dan hidup hanya dari menjual lukisan," ujar Jansen kepada Tempo saat berkunjung ke gubuk reotnya, Selasa, 9 Juni 2015.
Menurut Jansen, dia sejak awal sudah memiliki prinsip bermanfaat bagi yang lain. Salah satu caranya, mengumpulkan artefak. "Nanti artefak-artefak itu dikumpulkan dalam museum pribadi, agar bisa diketahui banyak orang, termasuk para pelajar," ucapnya.
Jansen, yang ditemui Tempo setelah mendampingi Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan melakukan ekskavasi situs bangunan hidrologi kuno di Desa Teruk Wetan, Kecamatan Krian, mengaku tengah mengurus pendirian museum itu. Koleksi artefaknya sendiri sudah mencapai 30 ton lebih.
Itu belum termasuk ratusan arca dan batuan lain yang berserakan di halaman depan gubuk. Menurut pria berambut gondrong ini, koleksinya diperoleh dari warga atau mencari sendiri.
Dia lalu menunjuk arca atau lingga yoni. Jansen mendapatkan arca itu di pematang sawah di sebuah desa di sekitar Sidoarjo. "Lingga Yoni ini usianya paling tua dari umumnya, sebab yoninya dibuat persis kemaluan wanita, bukan persegi panjang seperti kebanyakan," tutur pelukis yang tergabung dalam Kelompok Pekerja Seni Pecinta Sejarah (KPSPS) itu.
Artefak-artefak koleksi Jansen pada umumnya berkaitan dengan sejarah Kerajaan Majapahit dan Kadipaten Teruk--kabupaten sebelum Sidoarjo. "Sebagian saya dapatkan di Sungai Brantas dan Porong serta Gunung Penanggungan."
NUR HADI