TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia menetapkan akan mengurangi emisi karbon dioksida atau gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada 2020. Upaya penyebaran informasi soal perubahan iklim dan pemanasan global juga kerap dilakukan oleh pemerintah.
Tapi menurut hasil riset terbaru yang dilakukan oleh BBC Media Action pada Februari-Oktober 2012, dengan responden 4.985 orang di tujuh kepulauan di Indonesia, menunjukkan hanya sepertiga responden yang mendapat informasi memadai ihwal dampak perubahan iklim.
“Selebihnya belum mendapat informasi yang cukup,” kata peneliti BBC Media Action, Syarifah Dalimunthe, saat memaparkan hasil risetnya dalam acara membahas perubahan iklim di perkotaan di Jakarta, 26 Mei 2015.
Walau begitu, kecemasan responden terhadap dampak perubahan iklim sangat tinggi. Menurut Syarifah Dalimunthe, 84 persen responden merasa perubahan iklim itu akan mengancam kesehatan mereka. Sedangkan yang merasa terancam mata pencariannya berjumlah 71 persen. Responden merata di pedesaan dan perkotaan.
“Responden merespons perubahan itu dengan 15 persen di antaranya mengubah mata pencarian dan 33 persen mengubah gaya hidup, seperti lebih hemat listrik,” kata peneliti yang kini juga bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu. BBC Media Action adalah sayap usaha lembaga penyiaran publik Inggris, BBC.
Sebelumnya, hasil riset terbaru yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung bersama American Red Cross dan Palang Merah Indonesia pada 2013 menunjukkan pemanasan global akan meningkatkan kerentanan iklim di kawasan sepanjang daerah aliran Sungai Ciliwung.
Jakarta bakal menghadapi empat dampak bencana iklim sekaligus pada 2035: suhu diprediksi meningkat 2 derajat Celsius, curah hujan meningkat, cadangan air tanah menurun, dan permukaan air laut meningkat di Jakarta Utara. Jakarta diprediksi akan terkena dampak paling parah akibat perubahan iklim dibanding Depok dan Bogor.
AHMAD NURHASIM