TEMPO.CO, Pekanbaru - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengaku geram melihat banyaknya laporan kasus kehutanan yang tidak tuntas di meja penegak hukum. Sedangkan ketika ada kasus yang sampai ke pengadilan, hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera.
“Anda gemes, saya lebih gemes lagi,” kata Siti Nurbaya seusai rapat koordinasi tentang pencegahan kebakaran lahan di Pekanbaru, Senin, 8 Juni 2015.
Menurut Siti, sudah ada sepuluh laporan perusahaan yang siap diproses di pengadilan, bahkan sudah pada tahap P19 di kejaksaan. Namun berkas perkara kehutanan tersebut selalu saja bolak-balik lantaran dinyatakan belum lengkap.
Siti menambahkan, persoalan ini tidak hanya terjadi di Riau. Kasus kehutanan di Aceh dan Sumatera Selatan belum lama ini juga kandas di pengadilan karena keterangan ahli dan sampel yang digunakan untuk tuntutan dianggap sangat lemah.
Siti mengatakan pihaknya hanya bisa melakukan koordinasi secara intensif dengan Kejaksaan Agung. “Saya hanya bisa berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.” Dia mengaku lemahnya koordinasi dan kolaborasi antara penegak hukum dan pemerintah masih menjadi kelemahan dalam proses hukum kehutanan.
Sebelumnya, Siti Nurbaya dibuat kecewa oleh putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis yang memvonis bebas perusahaan pembakar lahan, PT NSP. Ia menilai putusan itu tidak memberi efek jera bagi pelaku pembakaran lahan. Terlebih, hakim yang menangani kasus di Riau banyak yang tidak mengantongi sertifikat lingkungan.
Pekan lalu, Pengadilan Negeri Rokan Hilir juga memvonis bebas terdakwa perambah hutan yang tidak lain adalah legislator Riau. Terdakwa dibebaskan dari jeratan pidana lantaran hakim menilai tuntutan yang diajukan jaksa disebut bukan perkara pidana, melainkan perdata.
Hakim itu pun tidak bersertifikat lingkungan. Belum lagi banyaknya proses hukum kasus penguasaan lahan di Taman Nasional Teso Nillo yang mandek di kejaksaan.
RIYAN NOFITRA