TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yembise menyayangkan terbitnya kebijakan pembatasan jam perempuan di Aceh. Menurut dia, kebijakan itu seharusnya tidak membatasi gerak, tapi memberi solusi bagi para perempuan.
"Misalnya dengan memperbanyak polisi patroli. Jadi ketika perempuan akan pulang malam, itu dilaporkan ke polisi dan minta ditemani pulang," katanya di kantornya, Senin, 8 Juni 2015.
Menteri Yohanna menceritakan pengalamannya saat kuliah di Kanada pada 1994. Saat itu, ia sering pulang larut malam dari kampus karena berbagai tugas kuliah.
"Kan ada polisi di area kampus, saya lapor, lalu ditemani pulang hingga asrama," kata Yohanna. "Saya berharap Aceh juga bisa menerapkan begitu. Jadi tidak hanya membatasi, namun mencari solusi."
Sebelumnya, Wali Kota Banda Aceh Wali Illiza Saaduddin Djamal menerbitkan instruksi wali kota tentang jam malam bagi perempuan di kota itu. Instruksi itu menyatakan aktivitas perempuan pekerja di tempat wisata, penyedia layanan Internet, kafe, dan sarana olahraga dibatasi hingga pukul 23.00 WIB.
Sedangkan aktivitas anak di bawah umur dan perempuan lainnya dibatasi hingga pukul 22.00 WIB, kecuali bisa sedang bersama keluarga atau suami. Instruksi berlaku efektif sejak 4 Juni lalu.
Pelanggaran terhadap instruksi ini, menurut Illiza, mendapatkan sanksi moral berupa teguran hingga penutupan tempat usaha.
INDRI MAULIDAR | ADI WARSIDI