TEMPO.CO, Jakarta: Ribuan ton daging sapi di pasaran berisiko terpapar nutrisi penggemuk yang berbahaya bagi manusia. Kekhawatiran ini muncul setelah tim Kementerian Pertanian menemukan kandungan Clenbuterol dan Salbutamol dalam pakan ternak di 19 perusahaan penggemukan sapi impor bakalan (feedloter).
Kedua senyawa ini tergolong obat jenis beta agonist 2 (BA2) yang merangsang pertumbuhan massa otot rendah lemak hewan ternak. Namun, jika termakan manusia dalam jangka panjang BA2 bisa memicu gagal jantung, kanker, dan gejala parkinson. Penggunaan obat ini dilarang pemerintah sejak 2011.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Muladno mengungkapkan, satu feedloter bisa menghasilkan 60-70 ton daging sapi per hari. Jika dikalikan 19 feedloter, maka setiap hari terdapat sekitar 1.300 ton daging sapi berisiko yang dijual ke konsumen. "Itu bisa dimakan berapa orang? Bahaya sekali kalau memang ada residu BA2 di situ," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Meski begitu, Muladno mengimbuhkan, pemerintah belum berencana melacak keberadaan daging sapi yang berisiko tercemar BA2. Sebab, uji laboratorium yang lebih spesifik soal dugaan pencemaran BA2 di pakan ternak belum rampung. "Hasil uji awal masih jadi perdebatan. Feedloter dan perusahaan premix (pakan ternak) keberatan dituding mencampur BA2," kata dia.
Ia membenarkan dalam pemeriksaan reguler pada April lalu, tim Kementerian menggunakan tes ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) yang sederhana. Lantaran dianggap kurang akurat, hasil ELISA ditolak oleh feedloter dan perusahaan pakan. Feedloter merasa tak pernah mencampur BA2. Begitu pula perusahaan pakanberkeras tak pernah menjual nutrisi berbahaya.
Diuji Lagi
Supaya hasilnya diakui, Muladno menuturkan, Kementerian kembali menguji 600 sampel nutrisi dan pakan ternak dari 19 feedloter menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang lebih presisi. Hasilnya selesai akhir Juni mendatang. "Kalau hasilnya sudah objektif, baru kami akan telusuri peredaran dagingnya,” kata guru besar Institut Pertanian Bogor ini.
Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO) menyatakan temuan BA2 dalam pakan ternak belum final. Argumentasinya, temuan tersebut didasarkan pada hasil uji ELISA yang masih memerlukan pendalaman. "Walau katanya mengandung BA2, belum tentu nanti positif di uji laboratorium yang lebih spesifik," kata Direktur Eksekutif APFINDO Johny Liano.
Setelah temuan awal ini, dia mengimbuhkan, Asosiasi memperbaiki standar keamanan pakan feedloter . Setiap perusahaan pemasok nutrisi dan pakan ternak sekarang diwajibkan mengantongi sertifikat keamanan berdasarkan hasil uji laboratorium. "Kalau penyuplai tak bisa menunjukkan sertifikat keamanan, obat dan pakannya tak kami beli," kata Liano.
KHAIRUL ANAM | EFRI RITONGA