TEMPO.CO , Jakarta: Lama tidak terdengar, Lia Aminudin atau Lia Eden, yang pernah mengaku memperoleh wahyu dari malaikat Jibril pada 1997, mengirim surat ke Presiden Joko Widodo. Isi surat itu mengkritik sikap polisi yang membela Budi Gunawan.
Lia, yang pernah menyatakan dirinya sebagai Imam Mahdi, mengatakan Tuhan tengah membongkar kejahatan di kepolisian. Kejahatan itu akan terbalas di hari penghakiman.
"Sungguh, di hari penghakiman ini tak ada dosa yang akan dibiarkan Tuhan tak terbalas. Perilaku tak terpuji Kepolisian merupakan jalan lebar untuk melakukan pembalikan kepada Kepolisan," kata Lia Eden, pemimpin Komunitas Eden, dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 25 Mei 2015.
Baca juga:
Surat Lia Eden ke Obama: Kiamat Terjadi Tahun 2057
Lia Eden Kirim Surat ke NASA, Minta Izin UFO Mendarat
Lia Eden memang beberapa kali bikin gempar. Pada Agustus 1999 silam, Lia bersama 75 orang jemaah Salamullah melakukan ritual memerangi Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Ritual di bibir pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, itu disebut Lia untuk membinasakan Nyi Roro Kidul, yang mereka anggap lambang kemusyrikan.
Selama 45 menit Lia memimpin jemaah Salamullah melakukan salat berjamaah. Pada bagian akhir ritualnya Lia menjerit: "Allahu Akbar. Lepaskanlah hamba dari kutukan Roro Kidul." Sambil berteriak, Lia menghunus sebilah keris sepanjang 20 sentimeter di depan dadanya. Soal luka hunusan pisau itu banyak media tidak tahu kelanjutannya.
Ada pula satu keahlian Lia yang lain, yaitu menyembuhkan orang. "Saya mendapat karunia besar dari Allah," begitu katanya. Padahal ia mengaku tak pernah belajar khusus soal itu.
Awal mula anugerah itu menurut Lia ketika ia shalat tahajjud, memohon petunjuk Yang Kuasa, lalu tiba-tiba ia merasa tubuhnya menggigil dan berkeringat. Kemudian tangannya seperti dituntun untuk mengobati orang sakit.
Baca juga:
Lia Eden Minta Izin Jokowi untuk Mendaratkan UFO di Monas
Lia Eden Sebut Jokowi Reinkarnasi Krishna
Berbagai penyakit ia tangani, mulai dari penyakit gatal-gatal hingga kanker. "Mau tahu pegangan saya selama pengobatan? Surat Al-Fatihah," ujar Lia.
Pemimpin Majelis Taklim Salamullah Jakarta itu pernah juga melakukan tindakan yang mengundang simpati. Pada Natal 1999 ia mengirim sapaan selamat Natal lewat pos, yang dikirim ke 300 gereja di Indonesia. "Ini untuk mengurangi ketegangan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)," kata Lia.
Sebagai pemimpin sepritial jemaahnya, Lia pernah mengubah gaya berbusananya. Sebelumnya, dia berjilbab ketat, tapi sejak Januari 2005 ia tanggalkan semuanya. Sebagai gantinya, Lia mencukur plontos rambutnya dan pakaian yang melekat di tubuh wanita yang di Salamullah dipanggil Paduka Ratu itu kini hanya bentangan kain putih sepanjang 7 meter tanpa jahitan.
Pakaian dan kepala plontos juga diikuti para pengikutnya. Tidak lupa simbol bagian atas kepala mereka melingkar bulatan, simbol mahkota surga dan tanda lulus ujian Tuhan.
Menurut Muhammad Abdurrahman, wakil Lia di Salamullah, sebagai muslimah dulu Lia memang bertudung. "Kini, Tuhan melarang Bunda menganut syariat agama tertentu," kata Abdurrahman, yang dipanggil Imam Mahdi di kelompok ini. "Dengan pakaian ini, kadang kami dikira baru pulang haji, kadang disangka biksu."
Lia sendiri tak mau berkomentar. Menurut kaum Salamullah, Tuhan memintanya begitu.
Memasuki periode tahun 2000 Lia mulai tidak bisa bebas. Apalagi ketika perempuan yang mengaku pernah bertemu Bunda Maria itu dua kali dijebloskan penjara. Pertama, pada 29 Juni 2006 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Lia pemimpin Tahta Suci Kerajaan Eden itu. Lia terbukti bersalah karena telah menodai agama, melakukan perbuatan tak menyenangkan, dan menyebarkan kebencian.
Vonis itu ditanggapi Lia dengan nyeleneh. "Kalau saya dibebaskan, saya akan memohon kepada Tuhan supaya lumpur di Sidoarjo dan Gunung Merapi bisa reda. Jika saya tidak bisa membuktikan, biarlah saya dihukum mati."
Kali kedua, giliran pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Juni 2009 menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan kepada Lia. Dia dinilai terbukti melakukan penistaan dan penodaan agama. Vonis itu setelah polisi menyita ratusan brosur yang dinilai berisi penistaan agama.
EVAN | PDAT | SUMBER DIOLAH TEMPO