TEMPO.CO , Bandung : Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan, pergiliran angkatan dalam jabatan Panglima TNI eksplisit dalam Undang-Undang TNI.
“Kalau mengangkat lagi, misalnya, dari Angkatan Darat atau Laut, akan berpolemik, capek, kasihan presiden,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 5 Juni 2015.
Muradi mengatakan, semangat undang-undang yang menyebutkan pergiliran angkatan dalam jabatan Panglima itu bertujuan untuk menjamin akses dan kesempatan yang sama dari masing-masing matra untuk memimpin. “Itu menjadi penting untuk menjaga soliditas TNI,” kata dia.
Menurut Muradi, mengacu pada Pasal 13 Undang-Undang TNI, saat ini adalah giliran Angkatan Udara yang menduduki posisi Panglima. Sepanjang TNI berdiri, baru satu dari Angkatan Udara yang menduduki posisi Panglima TNI, yakni Joko Suyanto.
“Angkatan Laut sudah dua kali, selebihnya dari Angkatan Darat,” kata dia. “Bagian dari semangat undang-undang itu adalah memberikan akses yang sama.”
Muradi mengatakan, kepentingan menjaga soliditas TNI ini penting. “Panglima itu penuh jabatan komando karena lebih banyak porsi pembinaan ketimbang yang lain, misalnya mengembangkan doktrin. Dalam tataran tertentu tidak terlalu harus mengikuti, misalnya, pengembangan kelautan harus dari Angkatan Laut,” kata dia.
Dia mengkritik pernyataan pembantu presiden yang menyebutkan tidak ada keharusan mengikuti rotasi angkatan dalam pergantian Panglima TNI. Muradi mengingatkan, mengabaikan rotasi itu bakal mmicu perdebatan yang muncul dalam pergantian Kepala Polri belum lama ini.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara belum tentu bakal menjadi Panglima TNI. Menurut dia, pemilihan Panglima TNI bergantung pada kebutuhan politik pertahanan Presiden Joko Widodo.
"Secara undang-undang memang ada kebutuhan untuk rotasi, tapi tidak ada keharusan urutannya dari Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan terus seperti itu lagi," kata Andi, Rabu 3 Juni 2015.
AHMAD FIKRI