Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Merebaknya Cacing di Yogya: Tanda Bakal Ada Gempa atau..

image-gnews
Cacing tanah. Dailymail.co.uk
Cacing tanah. Dailymail.co.uk
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bantul, Dwi Daryanto, meminta agar masyarakat tidak panik dengan gejala keluarnya cacing tanah ke permukaan yang dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya gempa. Dia meminta masyarakat Bantul memahami gejala ini sebagai fenomena alam biasa. "Waspada boleh saja, karena Bantul memang rawan gempa, tapi jangan panik," ujarnya 3 Juni 2015.

Dia mengaku memang sempat melihat sendiri ada ratusan cacing tanah keluar ke permukaan di sekitar jalan di dekat rumahnya di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul. Cacing-cacing itu berwarna hitam sebesar lidi dengan panjang belasan sentimeter. "Saya temui saat lari pagi Selasa kemarin," katanya.

Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, Djati Mardiatno, mengatakan keluarnya cacing tersebut mirip dengan perilaku laron. Laron mulanya hidup berkelompok di bawah permukaan tanah, tapi kemudian keluar karena habitatnya dipenuhi air dan bersuhu rendah saat datang musim hujan.

Adapun cacing tanah, kata dia, ada kemungkinan keluar ke permukaan karena mencari lapisan yang lebih lembap setelah hujan mendadak pada saat terjadinya suhu kering. Kondisi ini terjadi lumayan panjang pada masa pancaroba akhir Mei dan awal Juni lalu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Muhammad Riyadi.  Ia mengatakan gejala tersebut disebabkan oleh adanya perubahan cuaca yang ekstrem. Dia mencatat hujan dengan intensitas tinggi sempat mengguyur kawasan Bantul dan sekitarnya pada rentang 27-30 Mei dan 31 Mei-1 Juni lalu. Hujan ini mendadak turun setelah lama tidak mengguyur kawasan di Yogyakarta.

Berdasarkan catatan pemantauan Stasiun Prekursor Gempa Bumi di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, dalam satu pekan terakhir, data adanya gempa tidak terlihat. Sejak 25 Mei hingga 2 Juni lalu, perubahan signifikan pada parameter temperatur suhu di bawah permukaan tanah, tekanan, dan emisi radonnya tidak terjadi. Stasiun ini memasang alat detektor di kedalaman sekitar 100 meter untuk memantau kondisi lapisan bawah tanah ketika akan terjadi gempa bumi.

Tak Ada Gejala

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepala Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada, Sunarno, mengatakan sistem pendeteksi gempa di laboratoriumnya tidak menunjukkan adanya potensi gempa. “Begitu tahu kabar itu, saya langsung cek ternyata tidak ada gejala potensi gempa,” ujarnya.

Menurut dia, fenomena ini juga terjadi pada saat gempa Kobe di Jepang. “Waktu itu, saya sedang di Jepang. Fenomenanya sama dengan cacing ini,” ujarnya. Namun berkaitan dengan kemunculan cacing tanah, Sunarno mengatakan hal itu adalah fenomena biasa yang terjadi setiap pergantian musim.

Meski tidak ada kaitannya dengan gempa, pakar geologi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Prasetyadi, mengatakan gejala keluarnya cacing tanah tersebut perlu mendapat kajian yang lebih mendalam. Menurut dia, kesimpulan mengenai penyebab kemunculan cacing tanah ke permukaan masih bersifat dugaan, apakah pertanda gempa atau karena cuaca.

Dia menyarankan fenomena ini bisa dijadikan sebagai bahan awal studi baru mengenai cara mendeteksi terjadinya gempa. "Belum ada kajian mendalam tentang sensor hewan bisa deteksi gempa bumi," ujarnya.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM  | VENANTIA MELINDA | QBAL MUHTAROM

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

17 jam lalu

Ilustrasi badai taifun yang muncul di Samudera Pasifik. (friendsofnasa.org)
Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

1 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

1 hari lalu

Mobil melewati jalan yang banjir saat hujan badai di Dubai, Uni Emirat Arab, 16 April 2024. REUTERS/Abdel Hadi Ramahi
5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

6 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

12 hari lalu

Seseorang memegang gambar aktivis iklim Greta Thunberg ketika para aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. REUTERS/Eduardo Munoz
Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.


Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

15 hari lalu

Ilustrasi hujan. REUTERS
Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.


Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

18 hari lalu

Billy Joe Armstrong dari Green Day tampil membawakan lagu
Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

24 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

30 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

30 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.