TEMPO.CO , Jakarta: Menjadi seorang pakar kebijakan publik dan bergabung di dalam suatu lembaga atau wadah pikir (think tank) mungkin diimpikan sebagian orang.
Musababnya, masukan dari para ahli kebijakan publik sangat dibutuhkan oleh para pengambil kebijakan dan pengusaha dalam setiap langkah yang ingin diambil. "Seorang pakar kebijakan menggunakan data sebagai landasannya, harus empiris," kata Menteri Perencanaan Pembabangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinof Chaniago, di Jakarta, Kamis, 4 Juni 2015.
Data adalah rekam jejak suatu hal dan segala faktor yang dapat mempengaruhi kepentingan publik sebelum suatu kebijakan ditetapkan. Kepentingan yang dijadikan landasan, ujarnya, harus berdampak luas bagi masyarakat dan tidak untuk kepentingan yang sempit.
Dalam proses memberikan masukan kebijakan, seorang pakar kebijakan publik didorong terus melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan semua pihak yang terkait. "Seperti halnya yang kami lakukan di Bappenas," kata dia.
Andrinof mencontohkan kebijakan yang dibuat Bappenas agar ujung perekonomian Indonesia beralih dari komoditas berbahan baku mentah menjadi industri. "Data menyebutkan, perekonomian negara yang mengandalkan komoditas, jadi tak stabil," ujarnya.
Tak stabilnya perekonomian kini sedang terjadi di Indonesia karena harga komoditas yang jatuh, yang berakibat turunnya penerimaan pajak. Andrinof menekankan, agar para pakar kebijakan publik terus memperbarui pengetahuannya dan memperhatikan betul segala situasi yang sedang berkembang.
"Data yang digunakan harus akurat, valid, dan bisa dipertanggungjawabkan," kata dia. Meskipun, pada akhirnya, semua masukan yang diberikan belum tentu diterima oleh para pengambil keputusan.
ANDI RUSLI