TEMPO.CO, Jakarta - Pembangkangan terhadap undang-undang. Itulah yang dilakukan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang menolak melaporkan rincian harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Meski belakangan--setelah kritik keras bermunculan--Budi mengaku bersedia melaporkan hartanya, sikapnya itu tetaplah tak terpuji. Ia memberi contoh buruk bahwa pejabat bisa saja bermain-main dengan perintah undang-undang. Sebagai petinggi Polri, semestinya dia menunjukkan sikap konsisten menjunjung tinggi penegakan hukum.
Melaporkan harta adalah kewajiban penyelenggara negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Bebas Korupsi. Dalam Pasal 5 ayat 3 tercantum bahwa setiap penyelenggara negara wajib melaporkan kekayaan sebelum dan sesudah menjabat. Penolakan atas ketentuan ini dikenai sanksi administratif.
Adapun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur kewenangan KPK untuk mendaftar dan memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara. Penyelenggara negara diberi waktu tiga bulan sejak dilantik untuk melaporkan kekayaannya. KPK akan mengklarifikasi kebenaran laporan itu sebelum memasukkannya ke tambahan berita negara.
Budi menjadi Kabareskrim menggantikan Komisaris Jenderal Suhardi Alius pada 19 Januari lalu. Sejak itu, KPK terus mengingatkan dia agar melaporkan harta kekayaannya. Bahkan Komisi menawarkan bantuan pengisian formulir laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Budi jika diminta.
Bukan Tindak Pidana
Bukannya mengisi formulir, Budi justru menantang KPK mendata langsung hartanya. Alasannya, pendataan langsung lebih obyektif ketimbang sekadar mengisi formulir LHKPN. Budi berdalih, jika pejabat sendiri yang mengisi, hasilnya bisa lain. Budi juga beralasan, tidak menyerahkan LHKPN bukanlah tindak pidana.
Semua alasan itu jelas mengada-ada. Kabareskrim adalah penyelenggara negara. Maka, padanya melekat kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan sesuai dengan perintah undang-undang. Penolakan Budi menunjukkan, sebagai penyelenggara negara, ia tak beriktikad baik. Ia tak mau diatur dan tidak mau mengikuti kewajiban yang tercantum dalam undang-undang.
Memang benar, menolak melaporkan harta bukan tindak pidana. Tapi sikap itu jelas contoh buruk. Sebagai perwira tinggi polisi berbintang tiga, seharusnya dia paham betul makna penegakan aturan dan hukum, bukan malah menabraknya.
Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti seharusnya menjatuhkan sanksi keras atas sikap aparatnya ini. Adalah tugas presiden dan Kapolri untuk memastikan aparatur negara mematuhi ketentuan yang berlaku. Apalagi, laporan harta kekayaan merupakan salah satu poin komitmen Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih.
Dengan sikapnya itu, Budi seolah melecehkan komitmen pemerintah mewujudkan penyelenggara negara yang bersih. Pelaporan harta pejabat adalah bagian dari upaya pemberantasan korupsi. Maka, bila pejabat menolak melakukan hal ini, patut dipertanyakan komitmennya mendukung pemberantasan korupsi.
Disadur dari Sikap Tak Terpuji Budi, editorial Koran Tempo, 3 Juni 2014