TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menilai tim Badan Reserse Kriminal Mabes Polri panik dalam menghadapi sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Indikasi kepanikan itu, menurut Novel, terlihat dari sikap tim Bareskrim saat menyampaikan pokok perkara dalam sidang praperadilan. Padahal, materi gugatan yang dimohonkan Novel hanya soal prosedur penangkapan dan penahanannya oleh tim Bareskrim pada 1 Mei 2015 lalu.
"Bareskrim sebagai termohon menyampaikan pokok-pokok perkara dalam sidang praperadilan. Menurut saya, itu tanda kepanikan," ujar Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 4 Juni 2015.
Novel juga menilai penyampaian pokok-pokok perkara oleh Polri dalam sidang praperadilan tidak relevan. "Tapi terserah saja. Intinya, sidang praperadilan untuk menguji prosedur hukum yang digunakan tim Bareskrim," ucapnya.
Sidang praperadilan hari ini, Kamis, 4 Juni 2015 diisi agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli dari pihak Novel. Tim kuasa hukum Novel sudah mempersiapkan saksi. Di antaranya Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad.
Novel dan tim kuasa hukum akan mempertanyakan prosedur penangkapannya. Sebab, saat tim Bareskrim Mabes Polri mencokoknya di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, awal bulan lalu, penyidik Tri Brata itu tak memberikan surat perintah penangkapan kepada Novel. "Nanti kami tanya buktinya," tuturnya.
Hal lain yang dipersoalkan adalah surat perintah penangkapan semestinya mencantumkan alasan. Namun dalam surat yang hanya diberikan kepada keluarga Novel itu tidak dicantumkan alasan penangkapan.
Selain itu, dalam surat penangkapan itu juga tidak disebutkan lokasi pemeriksaan sesuai ketentuan Pasal 18 ayat 1 KUHAP. "Saya kira semua orang harus taat kepada undang-undang," kata Novel.
Bareskrim Polri menjadikan Novel sebagai tersangka penganiayaan terhadap pencuri burung walet Mulyadi Jawani alias Aan pada 2004. Novel saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu.
Kasus tersebut kembali muncul ketika terjadi konflik KPK dengan Polri, terutama ketika KPK menyeret petinggi Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka korupsi dana pengadaan simulator SIM. Puluhan anggota kepolisian bahkan mengepung gedung KPK guna menangkap Novel. Namun, upaya itu dihadang para aktivis anti-korupsi.
Sempat tak diutak-atik, Novel kembali dibidik setelah KPK menetapkan Inspektur Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.
Novel ditangkap di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 1 Mei 2015. Polri beralasan penangkapan itu karena Novel sudah beberapa kali tak hadir dalam pemeriksaan. Padahal, pemimpin KPK sudah menyurati Polri meminta penundaan pemeriksaan karena Novel sedang tugas ke luar kota.
LINDA TRIANITA