TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sementara, Indriyanto Seno Adji, mengatakan upaya banding atas putusan praperadilan yang membebaskan bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hadi Poernomo, memang diperlukan lembaganya. Indriyanto mengklaim upaya banding itu bukan strategi mengulur waktu untuk melimpahkan berkas penyidikan Hadi ke penuntutan.
"KPK tidak serta-merta menggeber penyidikan seperti itu, sebab nanti bisa berpotensi diadukan lagi ke praperadilan. Maka diperlukan banding untuk meluruskan putusan praperadilan dalam kasus HP (Hadi Poernomo)," kata Indriyanto kepada Tempo melalui pesan pendek, Rabu, 3 Juni 2015.
Indriyanto mengatakan upaya banding dalam kasus Hadi Poernomo bertujuan meluruskan putusan praperadilan yang, menurut dia, overbodig serta ultra petita atau berlebihan serta melampaui permohonan pemohon. Sebab putusan tersebut memerintahkan KPK menghentikan penyidikan kasus Hadi, padahal Undang-Undang KPK melarang KPK menghentikan penyidikan.
Karena itu, menurut Indriyanto, penerbitan kembali surat perintah penyidikan buat Hadi tidak menjadi langkah pertama KPK saat menerima salinan putusan praperadilan, meskipun ia menyadari penerbitan kembali surat itu dibolehkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sebab surat penyidikan baru itu bisa digugat lagi ke sidang praperadilan kalau pemahaman ihwal teknis administrasi penegakan hukum di KPK belum dipahami oleh hakim praperadilan.
"Idealnya, saat tersangka mengajukan gugatan praperadilan, KPK sudah siap atas perkara pokoknya. Masalah prosedural seharusnya tidak meniadakan prima facia case," kata Indriyanto merujuk pada istilah "perbuatan pidana yang sudah di depan mata".
Sengkarut putusan praperadilan memburuk setelah hakim tunggal Haswandi pada Selasa, 26 Mei 2015, membebaskan Hadi dari jeratan status tersangka. Dalam pertimbangannya, Haswandi menilai pengangkatan penyelidik independen oleh KPK melanggar undang-undang, sehingga tahapan penyidikan, penggeledahan, dan penyitaan menjadi tak sah. Haswandi lantas memerintahkan KPK menghentikan penyidikan kasus Hadi.
Hadi sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga merugikan keuangan negara saat mengabulkan permohonan keberatan bayar pajak PT Bank Central Asia. Bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu diyakini KPK membuat negara kehilangan pemasukan dari pajak penghasilan lantaran koreksi penghasilan BCA senilai Rp 5,5 triliun. Menurut perhitungan KPK, negara merugi Rp 375 miliar.
Karena itu, KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal-pasal itu mengatur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan secara bersama-sama dan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
MUHAMAD RIZKI