TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, menyerahkan 77 surat sebagai bukti dalam sidang praperadilan atas penangkapannya oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Kuasa hukum Novel, Julius Ibrani, mengatakan surat-surat itu disampaikan untuk mendukung permohonan yang diajukan pihaknya.
"Hal spesifik menanggapi jawaban dari Polri yang menyebarkan tuduhan atau fitnah mengenai personalitas Novel, sering berbuat salah, jahat, dan bertindak brutal," ujar Julius di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juni 2015.
Dia membantah tuduhan itu dengan bukti penghargaan dari Kepala Kepolisian RI; Presiden RI yang keempat, Abdurrahman Wahid; Presiden RI yang kelima, Megawati Soekarnoputri; Dinas Kehutanan; dan instansi pemerintahan lain. "Ini bukti bahwa Novel penyidik yang berintegritas dan berprestasi," ujarnya.
Ada tujuh penghargaan yang ditunjukkan kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Zuhairi. Selain menunjukkan surat penghargaan, Julius melampirkan surat perintah penyidikan, penggeledahan, serta penangkapan terhadap Novel.
Julius sempat mengajukan permohonan memberikan bukti secara tertutup baik untuk publik maupun Polri. Namun hakim Zuhairi menolak. "Kita tahu tensi pemeriksaan Novel masih tinggi. Bukti surat ini terkait dengan tensi tersebut. Itu dibenarkan. Namun sayang sekali, tidak diterima hakim," ujarnya.
Menurut Julius, bukti tersebut terkait dengan tuduhan Polri bahwa penangkapan Novel pada 1 Mei lalu dilakukan karena Novel selalu mangkir saat dipanggil untuk diperiksa. "Ada salah satu dalil kami yang menyebutkan Novel bertugas dan dia tidak mangkir," katanya.
Adapun kuasa hukum dari Kepolisian RI, Joel Baner Toendan, meminta agar sidang praperadilan ini terbuka. Jika sidang digelar tertutup, apalagi pihaknya tak bisa ikut, Joel menuding pihak Novel menyalahi aturan. "Kalau tertutup, ada bungkusan gitu kan kami tidak tahu," kata Joel. Menurut dia, Kepolisian akan mengajukan 57 surat yang dijadikan bukti untuk melemahkan dalil Novel.
Bareskrim Polri menjadikan Novel tersangka penganiayaan terhadap pencuri burung walet, Mulyadi Jawani alias Aan, pada 2004. Novel saat itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu. Kasus ini sempat redup, lalu muncul ke permukaan ketika terjadi konflik antara KPK dan Polri. Novel ditangkap di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 1 Mei 2015. Polri beralasan, penangkapan itu dilakukan karena Novel beberapa kali tak hadir dalam pemeriksaan.
LINDA TRIANITA