TEMPO.CO, Jakarta - Sidang gugatan praperadilan yang diajukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, atas penangkapannya oleh tim Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI hari ini memasuki agenda pengajuan bukti. Anggota tim kuasa hukum Novel, Bahrain, mengatakan pihaknya menyerahkan surat perintah penangkapan sebagai bukti kepada hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Zuhairi.
"Ini, kan, pembuktian surat. Dari beberapa surat yang ada, salah satunya surat penangkapan," ujar Bahrain di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juni 2015. Surat penangkapan itu dikeluarkan pada 24 April 2015. Namun Bareskrim baru menangkap Novel pada 1 Mei 2015. "Selain itu, ada berita acara."
Menurut Bahrain, surat itu akan membuktikan adanya tindakan ganjil dalam penangkapan Novel. Dia berharap hakim menganggap penangkapan Novel tidak sah karena surat penangkapan sudah kedaluwarsa. Surat penangkapan berlaku maksimal sehari setelah surat diterbitkan.
Dalam menangani kasus Novel, Bahrain menduga, Polri lebih banyak menyalahgunakan kekuasaan. Dia mencontohkan pasal yang disangkakan terhadap Novel yang berubah-ubah. Awalnya Novel dijerat Pasal 351 KUHP, tapi sekarang Novel dijerat Pasal 422 KUHP.
"Perubahan pasal-pasal, kan, seharusnya dijelaskan. Dengan adanya perubahan sebelum Novel diperiksa, berarti ada kesalahan," ujarnya.
Bukti lainnya yakni surat yang berkaitan dengan penggeledahan dan penyitaan. Serta surat rekomendasi dari pihak terkait.
Bareskrim Polri menjadikan Novel tersangka penganiayaan terhadap pencuri burung walet, Mulyadi Jawani alias Aan, yang terjadi pada 2004. Novel saat itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu.
Kasus ini sempat redup, lalu muncul ke permukaan ketika terjadi konflik antara KPK dan Polri. Novel ditangkap di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 1 Mei 2015. Polri beralasan, penangkapan itu dilakukan karena Novel beberapa kali tak hadir dalam pemeriksaan.
LINDA TRIANITA